Tapi tentu saja, semua ini hanya mungkin jika ada niat politik dan kemauan sosial. Jika tidak, angkot akan terus menjadi peninggalan sejarah yang perlahan-lahan mati di jalanan kota.
Penutup: Suara yang Tak Lagi Terdengar
Kini, ada ironi yang tak bisa diabaikan: dulu mereka diminta menurunkan volume karena dianggap bising. Hari ini, mereka sepi karena tak lagi terdengar.
Di pinggiran kota, di terminal yang mulai kosong, di halte yang ditinggalkan, para sopir angkot tetap menunggu. Bukan hanya menunggu penumpang, tapi juga menunggu pengakuan: bahwa mereka pernah berjasa, dan bahwa mereka layak mendapat kesempatan kedua.
Mereka bukan sekadar pengemudi kendaraan tua. Mereka adalah penjaga denyut sosial kota, saksi bisu perubahan zaman, dan pengingat bahwa kemajuan tanpa inklusi hanya akan meninggalkan luka-luka di sepanjang jalan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI