Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis

Pegiat Literasi Politik Domestik | Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Korupsi Mustahil Diberantas oleh Tangan Koruptor

3 September 2025   13:21 Diperbarui: 3 September 2025   18:50 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi unjuk rasa menentang korupsi | Sumber: ANTARA FOTO/Regina Safri

Sama halnya dengan korupsi: bagaimana mungkin orang-orang yang selama ini menikmati keuntungan dari sistem korup bisa dengan tulus meruntuhkan sistem itu?

Ada beberapa alasan mengapa hal ini mustahil:

  • Konflik Kepentingan: Seorang pejabat yang korup tak mungkin menjerat dirinya sendiri. Ia akan cenderung membuat aturan yang longgar, penuh celah hukum, agar bisa tetap leluasa bermain.
  • Solidaritas Busuk: Sesama koruptor seringkali memiliki "ikatan senasib". Mereka saling melindungi, saling menutupi jejak, bahkan membangun jaringan perlindungan berlapis.
  • Pengendalian Aparat: Banyak lembaga penegak hukum berada di bawah kendali politik. Jika politik dikuasai oleh mereka yang korup, maka penegakan hukum pun akan diarahkan sesuai kepentingan mereka.
  • Budaya Impunitas: Hukuman yang tidak tegas, remisi yang mudah, hingga fasilitas mewah di penjara koruptor menciptakan kesan bahwa korupsi bukanlah dosa besar. Ini membuat pelaku tidak pernah benar-benar takut.

Apa yang Terjadi Jika Kita Terus Percaya?
Jika kita terus berharap korupsi diberantas oleh tangan koruptor, maka kita sedang menipu diri sendiri. Hasilnya hanyalah siklus berulang: skandal demi skandal terbongkar, beberapa orang dikorbankan sebagai kambing hitam, lalu muncul wajah-wajah baru yang melanjutkan praktik lama.

Sementara itu, rakyat kecil terus menderita. Dana yang seharusnya untuk sekolah bocor ke kantong pejabat. Anggaran kesehatan dipotong untuk membeli mobil mewah. Bantuan sosial berubah menjadi komoditas politik. 

Korupsi bukan sekadar merugikan negara secara materi, tapi merenggut hak-hak paling dasar rakyat: pendidikan, kesehatan, dan kesempatan untuk hidup layak.

Lalu, Siapa yang Bisa Memberantas?
Pertanyaan penting berikutnya adalah: kalau bukan oleh mereka, lalu siapa? Jawabannya jelas: rakyatlah yang harus menjadi motor utama pemberantasan korupsi. Tapi ini tidak bisa instan. Ada beberapa hal mendasar yang perlu terjadi:

  • Kesadaran Kolektif
    Rakyat harus berhenti bersikap permisif terhadap korupsi. Kita sering menganggap "ah, semua pejabat memang begitu." Mentalitas pasrah ini justru memperkuat korupsi. Kita perlu marah, kritis, dan tidak segan mengawasi mereka yang kita pilih.
  • Pendidikan dan Keteladanan
    Pemberantasan korupsi tidak hanya soal hukum, tapi soal membangun karakter sejak dini. Anak-anak perlu dididik untuk jujur, bertanggung jawab, dan berani berkata tidak pada kecurangan. Dan tentu saja, pendidikan moral ini harus disertai teladan nyata dari orang tua, guru, hingga tokoh masyarakat.
  • Lembaga Independen yang Kuat
    Lembaga pemberantasan korupsi harus benar-benar independen dari intervensi politik. Jika lembaga ini terus dilemahkan, maka kita hanya punya simbol kosong. Lembaga ini juga harus diberi kewenangan luas, perlindungan bagi aparatnya, dan dukungan publik yang solid.
  • Tekanan Publik yang Konsisten
    Rakyat tidak boleh hanya marah sebentar lalu lupa. Tekanan harus konsisten, entah melalui media, gerakan sosial, atau aksi nyata lainnya. Koruptor harus merasa bahwa rakyat selalu mengawasi, tidak peduli sebesar apa pangkat atau sekuat apa jaringan mereka.

Luka yang Harus Disembuhkan
Pada akhirnya, korupsi bukan sekadar kejahatan hukum. Ia adalah pengkhianatan terhadap rakyat, terhadap masa depan bangsa, bahkan terhadap nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.

Maka kita tidak boleh berharap pada tangan kotor untuk membersihkan meja makan kita. Kita tidak boleh menyerahkan harapan kepada orang-orang yang justru merusak kepercayaan. Harapan itu harus lahir dari kita sendiri, dari rakyat yang sadar, dari generasi muda yang tidak lagi mau dipermainkan oleh rayap-rayap rakus berkedok pejabat.

Korupsi mustahil berhasil diberantas oleh tangan koruptor. Tetapi ia bisa dihentikan oleh tangan rakyat yang bersatu, yang menolak tunduk, dan yang berani merebut kembali hak-haknya.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun