Mari kita mulai dengan sebuah pertanyaan sederhana tapi tajam: apakah mungkin pencuri membasmi pencurian? Tentu saja tidak. Sama mustahilnya seperti meminta seekor serigala menjaga kandang ayam.Â
Maka ketika kita berbicara tentang korupsi di negeri ini, kita tak bisa menutup mata dari kenyataan pahit: korupsi tidak akan pernah benar-benar diberantas jika yang memegang palu kebijakan dan kunci kekuasaan justru mereka yang hidup dan bernafas dari praktik korupsi itu sendiri.
Korupsi: Luka Lama yang Terus Dibuka
Korupsi bukanlah penyakit baru. Ia sudah mengakar jauh sebelum kita mengenal istilah "good governance" atau slogan-slogan antikorupsi yang menghiasi baliho, iklan televisi, atau pidato pejabat.
Dari generasi ke generasi, korupsi menjelma menjadi semacam "tradisi gelap" yang diwariskan tanpa malu. Jabatan publik bukan lagi dipandang sebagai amanah, melainkan sebagai pintu rejeki instan.
Ketika seseorang berhasil duduk di kursi kekuasaan, yang pertama kali terlintas seringkali bukan bagaimana ia bisa berbuat untuk rakyat, melainkan bagaimana ia bisa mengembalikan modal politik yang dikeluarkan saat kampanye, lalu bagaimana memperkaya diri, keluarga, dan kroninya.
Dari sinilah lingkaran setan korupsi bermula: uang digunakan untuk meraih kekuasaan, dan kekuasaan dipakai untuk meraup uang lebih banyak lagi.
Slogan, Simbol, dan Kepalsuan
Kita sering mendengar pejabat dengan gagah berani berteriak lantang:Â "Kami berkomitmen memberantas korupsi!" Slogan ini didengungkan dari podium-podium resmi, dicetak di spanduk besar, bahkan disertai simbol-simbol yang memikat hati.
Namun, apa yang terjadi setelah itu? Rakyat menunggu, tetapi justru mendapati banyak dari para pengusung slogan itu tersandung kasus korupsi.
Inilah paradoksnya: mereka yang bersuara paling keras tentang antikorupsi justru seringkali adalah pelaku utama. Mereka tahu betul bahasa yang ingin didengar rakyat, tapi di belakang layar, tangan yang sama sedang sibuk menyusun proyek fiktif, menerima suap, atau memanipulasi anggaran. Seolah-olah pemberantasan korupsi dijadikan alat pencitraan politik semata.
Mengapa Mustahil Diberantas dari Dalam?
Bayangkan sebuah rumah yang dipenuhi rayap. Lalu pemilik rumah berkata, "Tenang, rayap-rayap inilah yang akan memperbaiki dan menjaga kayu-kayu kita." Itu konyol.