Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis

Menjadi Kompasianer sejak Januari 2019 | Menulis lintas disiplin tanpa batasan genre. Mencari makna lewat berbagai sudut, dari hal-hal paling sunyi hingga yang paling gaduh.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menggugat Tunjangan Pajak Penghasilan Para Pejabat

26 Agustus 2025   06:23 Diperbarui: 26 Agustus 2025   00:02 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi demonstrasi di depan gedung parlemen, 25 Agustus 2025 (Sumber gambar: KOMPAS.Com/Lidia Pratama Febrian)

Sebenarnya ada banyak hal yang saya kritisi soal berbagai tunjangan yang diterima para pejabat di negeri ini. Tapi di sini, saya hanya fokus pada tunjangan pajak penghasilan (PPh 21). Dengan membaca tulisan ini sampai selesai, Anda akan menemukan alasan saya.

Pajak adalah janji kita kepada negara. Ia adalah bukti partisipasi, pengorbanan, dan gotong royong yang menjadi pilar sebuah bangsa.

Setiap bulan, jutaan rakyat Indonesia, mulai dari karyawan swasta, buruh pabrik, hingga pedagang kecil, dengan patuh menyisihkan sebagian kecil dari penghasilan mereka untuk kas negara. 

Kita rela gaji terpotong demi memastikan roda pemerintahan terus berjalan, demi pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Kita melakukan ini karena kita percaya, pajak adalah wujud keadilan.
Tapi, apakah keyakinan itu masih relevan?

Ketika Kewajiban Menjadi Privilese
Di tengah ketaatan rakyat, muncul fakta yang mengoyak rasa keadilan: tunjangan Pajak Penghasilan (PPh) bagi para pejabat negara. Ya, tunjangan ini bukan sekadar bonus, melainkan sebuah mekanisme yang memungkinkan para pejabat menerima gaji "bersih" dari potongan pajak.

Secara esensial, pajak yang seharusnya mereka bayar, justru ditanggung oleh negara, yang dananya tak lain berasal dari pajak yang kita bayarkan.

Ironisnya, saat kita diwajibkan membayar pajak, sebagian dari uang kita itu digunakan untuk membayar pajak orang lain. Ini adalah skema yang tidak hanya aneh, tetapi juga sangat tidak etis. Ini menciptakan dua kelas warga negara: mereka yang membayar pajak dan mereka yang dibayarkan pajaknya.

Sebuah Ganjalan Moral yang Berbahaya
Tunjangan pajak ini bukan sekadar masalah finansial; ini adalah ganjalan moral yang berbahaya.

Ketika para pejabat tidak pernah merasakan langsung beratnya beban pajak, bagaimana mereka bisa memahami arti pengorbanan rakyat?

Bagaimana mereka bisa berempati saat rakyat menjerit karena harga kebutuhan pokok naik atau saat dana publik dihambur-hamburkan untuk proyek yang tidak perlu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun