Efisiensi Anggaran dan Keadilan Sosial dalam Program Bantuan
Tidak ada yang meragukan pentingnya asupan gizi untuk anak-anak, terutama mereka yang berasal dari keluarga prasejahtera.
Program MBG yang digagas memiliki niat baik. Namun, besarnya anggaran yang lebih dari 300 triliun rupiah dan niat untuk menyalurkannya secara merata ke semua siswa, tanpa memandang kondisi ekonomi, patut dipertanyakan.
Pemberian bantuan sosial secara merata, atau yang dikenal sebagai skema "pukul rata," sering kali tidak efisien dan tidak adil.
Mengapa dana negara harus digunakan untuk memberi makan anak-anak dari keluarga yang sudah sangat mampu?
Dana yang terbuang ini seharusnya bisa dialokasikan untuk sektor lain yang lebih krusial.
Sebuah program bantuan sosial seharusnya didasarkan pada prinsip keberpihakan dan tepat sasaran.
Alih-alih meratakan bantuan ke semua siswa, dana triliunan rupiah itu seharusnya difokuskan pada mereka yang paling membutuhkan: anak-anak dari keluarga miskin dan rentan.
Dengan cara ini, program MBG akan menjadi jauh lebih efektif dan berdampak nyata dalam mengatasi masalah gizi yang sesungguhnya.
Memilih Jalan yang Lebih Bijaksana
Tentu saja, kita tidak perlu mengorbankan satu program demi program lainnya. Baik peningkatan kualitas guru maupun pemenuhan gizi anak adalah hal penting. Namun, pemerintah harus mampu menentukan prioritas dengan bijak.
Apakah lebih mendesak untuk menggelontorkan dana triliunan rupiah untuk program yang berpotensi tidak tepat sasaran, atau lebih baik mengalokasikannya untuk menyejahterakan para pahlawan tanpa tanda jasa yang selama ini berjuang dengan upah minim?
Meningkatkan gaji guru adalah investasi jangka panjang yang akan menguatkan sistem pendidikan dari akarnya.Â