Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis | Analis Politik

Menjadi Kompasianer sejak Januari 2019 | Menulis lintas disiplin tanpa batasan genre. Mencari makna lewat berbagai sudut, dari hal-hal paling sunyi hingga yang paling gaduh.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Sampai Petang, Anak Lelah dan Lapar: Potret Pahit Pendidikan SMA/SMK di Sumatera Utara

26 Juli 2025   23:30 Diperbarui: 27 Juli 2025   12:48 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa/siswi SMA di Nias Selatan berjalan kaki dari rumah menuju sekolah. (Sumber gambar: Kabar Nias/kabarnias.com)

Ini bukan hanya menambah kelelahan fisik. Tapi juga risiko keselamatan, kehilangan waktu istirahat, dan terganggunya ritme hidup sehari-hari. Kita tak bisa terus menutup mata: pendidikan yang baik tak seharusnya membuat anak-anak tiba di rumah saat matahari telah tenggelam.

Jika SD dan SMP Juga Mengalami Hal yang Sama, Apa yang Akan Kita Lihat?

Yang lebih mengkhawatirkan: kebijakan ini baru diterapkan di jenjang SMA dan SMK, dan konon akan segera diperluas ke SD dan SMP. Coba bayangkan itu.

Anak-anak usia 6 hingga 15 tahun, yang masih dalam tahap pertumbuhan awal dan belum cukup kuat secara fisik maupun emosional, akan dipaksa mengikuti ritme belajar panjang hingga sore hari. Mereka yang seharusnya masih punya waktu bermain, istirahat, atau mengembangkan kreativitas di luar ruang kelas, justru akan dikunci lebih lama di sekolah.

Apakah kita betul-betul siap mengambil risiko ini?
Apa jadinya masa kecil mereka jika sejak pagi hingga petang hanya dihabiskan di ruang kelas yang pengap, dengan tubuh lelah, perut lapar, dan pikiran jenuh?

Jika ini diterapkan secara serampangan, bukan tidak mungkin kita akan menciptakan generasi yang cerdas secara kurikulum, namun rapuh secara mental, sosial, dan bahkan fisik.

Sudah Waktunya Berani Berubah

Saya tak menolak niat baik di balik kebijakan lima hari sekolah. Tapi jika pelaksanaannya menimbulkan lelah fisik, perut kosong, seragam kotor, dan keterputusan sosial, maka sudah saatnya kita berani mengatakan: kebijakan ini perlu dievaluasi total.

Saya menyerukan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, terutama Dinas Pendidikan: dengarkan suara dari lapangan! Lakukan kajian ulang terhadap kebijakan jam belajar. Libatkan semua pihak: guru, siswa, orang tua, dan masyarakat. Dan yang paling mendesak: pastikan program Makan Bergizi Gratis benar-benar terlaksana, dengan standar gizi yang layak dan distribusi yang adil.

Pendidikan yang baik bukan soal lamanya anak berada di sekolah. Ia soal apakah mereka tumbuh dengan sehat, bahagia, dan utuh sebagai manusia. Jika fondasinya rapuh karena kelelahan dan kelaparan, maka bangunan pendidikan itu hanya berdiri di atas ilusi.

Mari kita dorong ruang dialog yang jujur dan terbuka. Pendidikan bukan hanya urusan pejabat, tapi hak anak dan tanggung jawab kita bersama.
Kita berutang masa depan yang lebih baik kepada anak-anak Sumatera Utara. Dan sudah waktunya kita lunasi.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun