Menyambung kalimat terakhir, sekaligus memperjelas alasan saya menulis judul "Jangan Salahkan AHY". Hemat saya, persoalan yang membelenggu Partai Demokrat sekarang ini bukan disebabkan murni kesalahan AHY. Saya melihat, SBY turut berkontribusi.
SBY teledor dan kurang menempatkan diri sebagai mentor terbaik bagi AHY. Padahal SBY tahu, AHY memimpin sebuah partai yang terlanjur besar dan pernah berjaya.
Mantan presiden dua periode ini juga seolah mempercayakan penuh masa depan partai di tangan AHY. Sementara ia sadar, di samping berusia muda, AHY adalah politisi baru, yang belum genap tiga tahun berproses, ia "karbit paksa" jadi ketua umum.
Apa sebenarnya rancangan SBY terhadap AHY? Mengapa ia tidak membiarkan AHY mengalami tempaan keras terlebih dahulu sebelum memimpin orang-orang yang berkemampuan mumpuni?
Sadarkah SBY bahwa AHY mustahil sempurna menapaki jejak langkahnya (SBY)? Lupakah SBY jika Partai Demokrat terbentuk, lalu ia menjadi ketua umum, setelah dirinya mencicipi garam dalam waktu yang cukup lama?
Bagaimana dengan nasib Partai Demokrat, apakah para kader harus menunggu kenyataan berhasil tidaknya AHY melewati proses penempaan diri? Salahkah mereka gelisah dan kemudian beraksi mencari sosok mapan demi mewujudkan kejayaan partai?
Mengapa SBY lebih peduli kepentingan pribadi dan keluarga ketimbang memenuhi harapan partai? Entah apa yang dipikirkan SBY. Mungkin ia berharap sebuah mukjizat besar bisa terjadi di tangan AHY. Jangan salahkan AHY.
***Â