Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan (Cuma) Salahkan AHY

4 Februari 2021   15:48 Diperbarui: 4 Februari 2021   16:16 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) | Foto: Instagram (@agusyudhoyono) via Hallo Indonesia

Pada salah satu artikel saya sebelumnya, saya menuliskan, isu kudeta yang terjadi di Partai Demokrat telah menjadi semacam tanda bahwa di internal partai sedang ada persoalan serius, yaitu krisis kepemimpinan dan kepercayaan.

Saya memandang, tidak mungkin muncul kudeta jika Partai Demokrat dalam kondisi baik-baik saja. Dan tepatnya, hal ini berlangsung saat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memimpin komando, selaku ketua umum.

Krisis kepemimpinan yang saya maksud adalah AHY belum mampu menunjukkan diri sebagai pemimpin, lemah dalam mengonsolidasikan partai, dan kerap abai menyerap aspirasi konstruktif dari sebagian kader.

Akibatnya, timbul pula krisis kepercayaan. Dengan tiga kelemahan tadi, maka segelintir kader, baik yang potensial maupun kurang, kemudian tampak enggan dibimbing oleh AHY. Harus diakui, tidak sedikit kader Partai Demokrat yang punya kemampuan melebihi AHY.

Barangkali, bila Partai Demokrat masih dipimpin SBY atau beralih ke pundak kader lainnya, persoalan mungkin tidak akan serumit itu. Namun inilah fakta. Sehingga pada artikel saya yang lain, saya "menghimbau" AHY untuk tidak terlalu pusing memikirkan kudeta-kudetaan.

Menurut saya, hal-hal yang seharusnya diwaspadai untuk diantisipasi AHY sebenarnya bukan ancaman dari luar, melainkan dari dalam. Bahwa di pandangan terlihat ada keterlibatan pihak luar, tetapi yang jelas gerakan serius berasal dari internal.

Gara-gara krisis kepemimpinan dan kepercayaan, ancaman dari dalam tersebut yaitu terselenggaranya Kongres Luar Biasa (KLB) untuk mengganti ketua umum, hadirnya "Partai Demokrat Tandingan", atau keluarnya sekelompok kader untuk membentuk partai baru.

Ketiga-tiganya sangat tidak baik bagi AHY. Entah satu dari tiga ancaman mana nanti yang selanjutnya nyata dihadapi, posisi AHY tetap tidak stabil. Anggap KLB tidak terjadi, di mana AHY kokoh jadi ketua umum. Namun bukankah potensi perpecahan di internal terus menghantui?

Bagaimana tidak, usai AHY mengungkap ke publik soal kudeta pada 1 Februari lalu, sebagian kader dan mantan kader serta petinggi Partai Demokrat merasa tersinggung. Sebab ada di antara mereka yang dituduh terlibat, dan ada pula yang karena kecewa atas tindakan AHY.

Sila baca (klik) "AHY, Hantu Kudeta, dan Ujian Kepemimpinan" dan "Bukan Kudeta, Ini yang Perlu Diwaspadai AHY".

Harapan saya, semoga persoalan tidak membesar, meski faktanya semakin sulit terkendali. Saya pribadi merasa aneh dengan sikap SBY, yang tidak memberi nasihat kepada AHY, supaya lebih hati-hati dalam bertindak.

Menyambung kalimat terakhir, sekaligus memperjelas alasan saya menulis judul "Jangan Salahkan AHY". Hemat saya, persoalan yang membelenggu Partai Demokrat sekarang ini bukan disebabkan murni kesalahan AHY. Saya melihat, SBY turut berkontribusi.

SBY teledor dan kurang menempatkan diri sebagai mentor terbaik bagi AHY. Padahal SBY tahu, AHY memimpin sebuah partai yang terlanjur besar dan pernah berjaya.

Mantan presiden dua periode ini juga seolah mempercayakan penuh masa depan partai di tangan AHY. Sementara ia sadar, di samping berusia muda, AHY adalah politisi baru, yang belum genap tiga tahun berproses, ia "karbit paksa" jadi ketua umum.

Apa sebenarnya rancangan SBY terhadap AHY? Mengapa ia tidak membiarkan AHY mengalami tempaan keras terlebih dahulu sebelum memimpin orang-orang yang berkemampuan mumpuni?

Sadarkah SBY bahwa AHY mustahil sempurna menapaki jejak langkahnya (SBY)? Lupakah SBY jika Partai Demokrat terbentuk, lalu ia menjadi ketua umum, setelah dirinya mencicipi garam dalam waktu yang cukup lama?

Bagaimana dengan nasib Partai Demokrat, apakah para kader harus menunggu kenyataan berhasil tidaknya AHY melewati proses penempaan diri? Salahkah mereka gelisah dan kemudian beraksi mencari sosok mapan demi mewujudkan kejayaan partai?

Mengapa SBY lebih peduli kepentingan pribadi dan keluarga ketimbang memenuhi harapan partai? Entah apa yang dipikirkan SBY. Mungkin ia berharap sebuah mukjizat besar bisa terjadi di tangan AHY. Jangan salahkan AHY.

*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun