Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kemenkes Sibuk Urus Harga Rapid Test, Vaksin dan Obat Covid-19 Kapan Ditemukan?

13 Juli 2020   15:18 Diperbarui: 13 Juli 2020   15:22 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tenaga medis dengan alat pemeriksaan cepat (rapid test) Covid-19 di tangannya | Gambar: KOMPAS.com/ ANTARA FOTO

Pada Januari lalu, saya pernah menulis sebuah artikel tentang bagaimana pemerintah Indonesia mau siap sedia mengambil langkah tepat dan terukur untuk mengendalikan penyebaran wabah Virus Corona (Covid-19).

Kala itu, negara terpapar belum sebanyak sekarang. Jumlahnya baru 13 negara. Antara lain China, Kanada, Jepang, Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Nepal, Perancis, dan Australia. Artinya Indonesia belum jadi negara terpapar.

Di antara sekian negara tadi, China merupakan pelapor kasus positif terbanyak. Jumlahnya mencapai 2.789 kasus, yakni 2.684 orang dirawat, 49 orang sembuh, dan 56 orang meninggal dunia. Sementara 12 negara lainnya melaporkan masing-masing 1 sampai 2 kasus.

Di artikel yang berjudul "Menanti Aksi Ilmuwan Indonesia terhadap Ancaman Virus Corona" (sila klik), saya menguraikan beberapa poin penting, pandangan saya, bahwa meskipun jumlah negara dan kasus positif terbilang sedikit, bukan berarti negara-negara lain yang masih 'bersih' (termasuk Indonesia) akan aman terus dari ancaman paparan. Semua negara harus waspada, mau bersikap dan bertindak serius.

Secara khusus untuk Indonesia, di saat sebagian besar warga optimis berlebihan tidak mungkin terjangkit wabah karena menganggap Covid-19 'enggan' hinggap di daerah tropis, saya menganjurkan agar pemerintah segera mengambil langkah.

Misalnya memperketat pintu keluar-masuk di perbatasan negara, baik itu di darat (terminal), laut (pelabuhan), maupun udara (bandara). Untuk sementara waktu, pergerakan orang yang mau masuk dan keluar wilayah Indonesia dibatasi.

Anjuran berikutnya yang menurut saya lebih penting lagi yaitu, pemerintah mesti bergerak aktif menemukan vaksin dan obat anti Covid-19, walaupun kasus positif belum ditemukan di dalam negeri.

Gerakan aktif yang dimaksud adalah menyediakan anggaran pembiayaan riset, bekerjasama dengan negara-negara lain, hingga membentuk tim khusus yang fokus mencari vaksin dan obat. Untuk pembentukan tim khusus, pemerintah bisa menghimpun para ilmuwan di berbagai universitas dan lembaga kesehatan.

Apakah pemerintah sudah menyediakan anggaran? Jawabannya: sudah! Bahkan tidak tanggung-tanggung, ratusan triliun rupiah. Sudahkah bekerjasama dengan negara lain? Belum ada kabar tentang hal itu. Lalu, bagaimana pula soal pembentukan dan konsolidasi tim khusus, apakah sudah dilakukan? Mungkin sudah, dan mungkin juga belum.

Soal tim khusus, saya mengatakan "sudah" dan "belum", sebab demikianlah fakta yang terjadi sekarang ini. Tim sudah ada, namun nyatanya terbentuk secara "independen" di tiap-tiap kampus dan lembaga (kementerian dan dinas).

Dan tim-tim independen tersebut pun dibiarkan saling berlomba tak karuan. Mungkin mau dilihat kampus dan lembaga mana yang paling cepat dan hebat. Akibatnya, terproduksilah yang namanya "Kalung Anti Corona", robot pelayan di rumah sakit, dan sebagainya.

Tegasnya, memang tidak ada pembentukan tim khusus yang didanai, diberi target, dan dikomandoi langsung oleh negara (pemerintah) untuk fokus menemukan vaksin dan obat Covid-19, seperti yang saya harapkan lewat artikel.

Padahal jika dipikir-pikir, anggaran ratusan triliun rupiah yang tersedia bisa dialokasikan bagi tim khusus, para ilmuwan yang punya tugas terarah dan terikat pada target. Tugas dan targetnya apa? Ya, sekali lagi, menemukan vaksin dan obat anti Covid-19. Maukah pemerintah Indonesia serius melakukannya?

Penemuan Vaksin dan Obat, Solusi Tepat Mengakhiri Wabah Covid-19 dan Penderitaan Warga

Saya menolak alat rapid test diperjualbelikan! Alat tersebut seharusnya diberikan cuma-cuma kepada seluruh warga. Bukankah ancaman terkena wabah Covid-19 bisa dialami berkali-kali oleh setiap orang? Sampai kapan dan berapa kali seseorang harus menjalani tes untuk berbagai keperluan?

Bagaimana mungkin wabah Covid-19 dijadikan kesempatan bisnis? Bagi mereka yang mampu membeli alat rapid test tentu tidak jadi masalah. Namun bagaimana dengan mereka yang tidak mampu, haruskah menanggung beban baru karena terpaksa mengeluarkan biaya tes yang jelas belum juga mengakhiri penderitaannya?

Mengapa pemerintah tidak menyediakan alat rapid test dalam jumlah cukup dan membagikannya kepada semua warga? Bagaimana mungkin Kementerian Kesehatan yang mestinya berlaku sebagai "nakhoda" untuk mengakhiri wabah malah cuma sibuk mengatur harga tertinggi alat rapid test di pasaran? Sila baca artikel KOMPAS.com berikut: "Tarif Tertinggi Rapid Test Rp 150.000, Mahal atau Murah?"

Apakah artinya pemerintah (dalam hal ini pihak Kementerian Kesehatan) sepakat agar wabah Covid-19 dipelihara untuk dijadikan kesempatan bisnis? Mengapa tidak mengurus penemuan vaksin dan obat anti Covid-19 saja?

Saya rasa, kalau memang wabah Covid-19 'terpaksa' dijadikan kesempatan bisnis, seharusnya yang diperjualbelikan itu adalah vaksin dan obat. Harganya pun wajib terjangkau (murah). Bukan alat rapid test!

Melalui tulisan ini, saya mau mengetuk hati nurani pemerintah agar lebih peka lagi terhadap penderitaan warga. Perlu diingat, wabah Covid-19 tidak hanya mengganggu kondisi kesehatan, tetapi juga telah memutus saluran rejeki. Banyak orang terkena PHK dan kehilangan penghasilan gara-gara wabah Covid-19.

Uang sejumlah Rp 150.000 tidak seberapa bagi para pejabat dan orang-orang kaya, namun amat berarti bagi mereka yang kurang mampu dalam menyambung hidupnya. Gratiskan biaya alat rapid test dan segera temukan vaksin dan obat Covid-19!

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun