Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dirut Garuda yang Enggan "Seppuku" Meski Misi Gagal dan Langgar "Bushido"

6 Desember 2019   15:16 Diperbarui: 6 Desember 2019   15:35 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ari Askhara | Gambar: KOMPAS.com

Saat memberi peringatan keras kepada jajaran direksi PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk yang diduga terlibat dalam skandal penyelundupan satu unit sepeda motor (onderdil) Harley Davidson keluaran 1970-an dan dua unit sepeda Brompton yang diangkut melalui pesawat baru Garuda tipe Airbus A300-900 Neo yang berangkat dari Toulouse, Perancis pada Sabtu, 16 November 2019 dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang pada Minggu, 17 November 2019, Menteri BUMN Erick Thohir menggunakan istilah yang akrab di kehidupan Samurai di zaman feodalisme Jepang.

Peringatan tersebut yaitu meminta para pejabat Garuda terutama jajaran direksi untuk lebih memilih mengundurkan diri dari jabatan, daripada diberhentikan secara tidak hormat (dipecat) karena terbukti tersangkut masalah. Erick menghimbau agar bersikap layaknya Samurai. Bukan tanpa dasar, bukti-bukti tentang hal itu pasti sudah dikantongi Erick.

"Kita harus berjiwa Samurai. Seorang pemimpin harus punya posisi yang jelas. Tidak bisa mengorbankan orang lain. Itu juga bagian dari leadership. Bahwa proses praduga tak bersalahnya tetap ada. Kita lihat sekarang bukti-buktinya luar biasa. Kita lihat nanti hasilnya dari Bea dan Cukai. Kemarin saya sudah saran, sebelum dicopot lebih baik mengundurkan diri, jika sudah merasa salah," kata Erick di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (5/11/2019).

Namun ternyata peringatan dan himbauan Erick tidak mendapat sambutan, sampai akhirnya pada saat melakukan konferensi (gelar kasus hasil investigasi Dirjen Bea dan Cukai serta komisi audit Garuda) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan perwakilan Komisi XI DPR RI, Erick membongkar sendiri kasusnya dan menyebut langsung nama pemilik kendaraan, yang tidak lain dan tidak bukan yaitu Direktur Utama Garuda I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra alias Ari Askhara.

Menurut keterangan Sri Mulyani dan Erick, Ari Askhara sengaja menggunakan bantuan orang lain berinisial SAW dan LS (pejabat Garuda) sebagai perantara untuk membeli kendaraan, yang transaksinya diketahui terjadi pada April 2019. Kendaraan dibeli lewat akun e-Bay dan transfer biaya melalui Manager Finance Garuda di Amsterdam, Belanda.

Tidak hanya mengumumkan, Erick bahkan membacakan hasil keputusan dewan komisaris Garuda yang isinya pemberhentian dari tugas dan jabatan terhadap Ari Askhara sebagai Direktur Utama Garuda. Erick dan Sri Mulyani juga memastikan bakal melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kemungkinan adanya oknum lain yang terlibat.

Menggunakan filosofi hidup Samurai, Erick berharap Ari Askhara cs (cum suis) memutuskan seppuku atau istilah populernya harakiri karena telah gagal menjalankan misi dan melanggar bushido. Secara harafiah, seppuku berarti mengakhiri hidup dengan cara memotong, merobek dan mengeluarkan isi perut menggunakan Katana (pedang), yaitu mengiris perut dari kiri ke kanan. Daripada dibunuh oleh musuh, lebih baik mati terhormat.

Mengakhiri hidup bukan berarti bunuh diri atau mati sungguhan, melainkan meletakkan jabatan ketimbang diberhentikan tidak hormat (dipecat). Daripada dipermalukan karena kasusnya dibongkar terbuka, Ari Askhara cs disarankan mengundurkan diri dengan kepala tegak, yang tentunya konsekuensi hukum lainnya mesti tetap ditanggung. Karena memang Sri Mulyani menyebut akibat terjadinya penyelundupan, negara berpotensi rugi sebesar Rp 532 juta hingga Rp 1,5 miliar.

Sebagai orang yang dipercaya menjalankan misi penyelamatan Garuda, Ari Askhara cs seharusnya sadar bahwa di samping memperbaiki kondisi keuangan perusahaan yang semakin memburuk, mereka juga terikat pada bushido yakni prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan asas-asas kepatuhan budaya organisasi.

Seperti diketahui publik, sepanjang 4 (empat) tahun terakhir, Garuda mengalami kerugian keuangan yang cukup fantastis. Antara lain pada 2014 sebesar Rp 4,8 triliun, pada 2017 sebesar Rp 2,88 triliun, dan pada 2018 sebesar Rp 2,45 triliun. Khusus 2018, sebelumnya diakui untung, padahal setelah diaudit BPK, OJK dan BEI, sebagian besar angka merupakan piutang perusahaan yang tidak boleh dimasukkan ke dalam buku laba.

Akibat dari tindakan pengelabuan laporan keuangan tersebut, pihak Garuda mendapat sanksi denda sebesar Rp 250 juta dari Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mempertanggungjawabkan pelanggaran Ketentuan Nomor III.1.2 Peraturan BEI Nomor I-E tentang Kewajiban Penyampaian Informasi, serta jajaran komisaris dan direksi diberi sanksi denda kolektif sebesar Rp 200 juta dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena melanggar Peraturan OJK Nomor 29 Tahun 2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.

Jika dicermati, dari 3 (tiga) periode kerugian keuangan Garuda, 2 (dua) di antaranya terjadi saat Ari Askhara berada di perusahaan pelat merah yang dinakhodai oleh mantan Menteri BUMN Rini Soemarno. Sebelum terpilih jadi Direktur Utama pada September 2018, Ari Askhara pernah menjabat sebagai Direktur Keuangan pada Desember 2014. Artinya, Ari Askhara sungguh banyak beban.

Maka, sebagai seorang Samurai yang diutus untuk kedua kalinya menyelamatkan Garuda, Ari Askhara seharusnya menjalankan tugas sebaik-baiknya, bukan malah merekayasa data dan laporan keuangan seolah-olah perusahaan dalam kondisi membaik. Dan ketika terbukti gagal (yaitu perusahaan tetap rugi, ditambah kasus penyelundupan dengan memanfaatkan fasilitas negara), Ari Askhara wajib menjunjung tinggi kode etik (GCG, asas kepatuhan, dan hati nurani).

Membandingkan kebajikan (prinsip jalan hidup) Samurai yang termuat dalam bushido (kesungguhan, keberanian, kebajikan, penghargaan, kejujuran, kehormatan, dan kesetiaan), Ari Askhara sungguh bijak seandainya memilih seppuku (mengakui kesalahan dan mengundurkan diri sebelum dipecat). Bila terjadi, tindakan Ari Askhara akan menjadi contoh sekaligus peringatan bagi para pejabat lain untuk berhati-hati dalam mengemban amanah publik.

Hikmah dari kasus yang membelit Ari Askhara adalah betapa pentingnya memelihara budaya malu dan keberanian mengakui kesalahan, yang tidak hanya berlaku bagi para pejabat publik tetapi juga bagi siapa pun yang ingin menjaga wibawa dan integritas sepanjang hayat.

***

[1] [2] [3] [4] [5] [6]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun