Mohon tunggu...
Newbie
Newbie Mohon Tunggu... -

Aliran Naturalisme

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Part I] Di Balik Sebuah Cerita

27 November 2016   18:04 Diperbarui: 30 November 2016   19:09 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mbah giran (sumber : http://rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)

Kami berhenti sejenak di warung milik salah satu penduduk yang terletak di pinggir jalan, biarpun warung ini sederhana namun menghadirkan kenyamanan yang menghapus kelelahan akibat dari perjalanan jauh hari ini. 

Setelah berbincang-bincang sejenak, pemilik warung itu mengatakan untuk dapat melapor kepada pemimpin desa tersebut dengan tujuannya agar dapat membantu kebutuhan kami di desa dan hal lainnya.

Kami pun berpamitan dengan pemilik warung dan para penduduk yang saat itu yang berada di warung, untuk menemui pemimpin desa tersebut.

Sesuai arahan dari pemilik warung dan bertanya-tanya dengan penduduk setempat, akhirnya kami menemukan sebuah rumah sederhana yang terletak di pojok desa tersebut.

Rumah tersebut di keliling oleh pepohanan dan sawah, terlihat keasrian alam dan kenyamanan yang ditawarkan oleh rumah dan alam sangat terasa menyelimuti kami.

Ku berhentikan mobil tepat di halaman rumah tersebut, tak perlu dikomandoi anak-anak dengan semangatnya turun dari mobil yang diikuti oleh aku dan istri.

Terlihat jelas wajah gembira dari anak-anak yang berhamburan ke arah hamparan lahan sawah yang begitu luas, aku hany bisa memandang istri dan disambut senyuman dan anggukan yang mengartikan untuk membiarkan anak-anak kami.

Ilustrasi mbah giran (sumber : http://rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)
Ilustrasi mbah giran (sumber : http://rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)
Aku dan istri kemudian berjalan menuju pintu rumah tersebut sembari mengetuk dan mengucap salam yang bertujuan untuk silaturahmi dengan pemilik rumah.

Selang tiga menit pintu rumah pun terbuka, seorang lelaki  tua dengan singlet lusuh berteman kain sarung sembari senyum di wajah menyambut kedatangan kami. Setelah berbasa-basi sejenak, Beliau pun mempersilahkan kami masuk ke dalam rumah.

Sejak awal aku menginjak rumah ini, aku merasakan kenyamanan yang ditawarkan baik itu dari pemilik rumah maupun rumah itu sendiri seakan aku berada di rumah sendiri.

Kami pun diperkenalkan dengan istri beliau yang saat itu sedang memasak makan siang di dapur. Rumah ini cukup sederhana namun luas karena memang bersifat tak permanen layaknya rumah di perkotaan, terlihat ada beberapa kamar yang memang sengaja di buat untuk para tamu seperti kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun