Mohon tunggu...
Fery Mulyana
Fery Mulyana Mohon Tunggu... Administrasi - Entrepreneur

Posibilis - Non Delusional

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Elegi Cinta Dua Hati (2)

25 Juli 2019   09:42 Diperbarui: 12 September 2019   18:14 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photographed By: Fery Mulyana

"Kris, maafin aku ya.."


"Lho kenapa?" sambut kris pada reni yang sedari tadi duduk dihadapannya. Dua setel kursi tamu memang terpasang di paviliun depan di rumah orang tua kris. Persis di depan pintu kamar kris, siang itu mereka duduk berdua.


Reni terlihat serba salah, bingung, entah bagaimana cara menyampaikannya  pada kris. Reni sadar betul bahwa dia tetap harus memberitahu kris, karena jika tidak, kuatir semuanya akan terlambat dan justru itu akan membuat keadaan semakin memburuk.


"ini masalah Eci". Ucap reni. Reni memang terbiasa memanggil desy dengan sebutan eci. Beberapa minggu sebelumnya,  dia menjodohkan desy dengan kris, sahabatnya.


Reni memang telah lama bersahabat dengan kris, dia tahu  bagaimana watak dan sifat kris sehingga dia yakin bahwa kris takkan mungkin menyakiti desy demikian pula pula pandangannya terhadap desy yang sudah diangggap seperti saudaranya sendiri.


Namun kali ini reni sepertinya merasa bersalah. Dia takut jika dia menceritakan apa yang disampaikan kakaknya desy  hanya akan menambah kesedihan kris. Kakaknya desy memang sengaja menelpon reni untuk menyampaikan sesuatu tentang desy. Apalagi dalam beberapa bulan terakhir ini kris baru terlihat bangkit kembali dari keterpurukannya. Kasus perselingkuhan istrinya yang baru dia nikahi  berujung pada perceraian. Hal itu sempat membuatnya down.


"kenapa dengan desy?". Kris mulai terlihat cemas, maklumlah, sudah hampir satu minggu ini desy belum juga menghubunginya. Padahal desy berjanji dalam dua hari kedepan setelah dia telpon terakhirnya, dia akan menghubungi kris kembali.


Kris memang tidak bisa menghubungi desy. Desy sengaja tidak memberitahukan nomor teleponnya selama dia pergi ke Korea.


"aku gak akan kasih tahu nomor aku, nanti kamu boros, nelponin aku terus" ucap desy sesaat setelah dia mendarat di kota Busan, tempat dia akan menghabiskan beberapa minggu kedepan mendampingi ayahnya yang ditugaskan di Korea, setidaknya begitulah pengakuannya.


"pokoknya tunggu aku telpon aja ya sayang.. gak lama kok  aku disini"  sambung desy dengan suara paraunya saat itu. Kris hanya meng-iya kan seraya menunjukan rasa kekecawaannya dengan sedikit bergumam tanpa bisa memaksa desy.


Reni menghela nafas panjang, sekilas dia terlihat sudah akan berbicara sekaligus siap menanggung konsekuensi yang akan diterimanya. gestur tubuhnya mengesankan bahwa begitu besar beban yang akan menyertainya. Dia sebenarnya tidak tega menyakiti sahabatnya.


"begini kris..." ucap reni dengan lirih.. "eci sebenernya pergi ke korea untuk berobat, bukan nemenin bapaknya, kakaknya tadi ngabari aku, minta do'a, karena nanti malam akan ada tindakan.. dia juga sudah tahu hubungan kamu dengan eci, makanya mungkin dia juga ingin aku menyampaikannya sama kamu"


"ah ngaco.. berobat apa?" sambut kris, kaget campur bingung, seraya tidak percaya dengan apa yang disampaikan reni padanya.


"dia leukimia kris.. dan sebenernya udah ketahuan sejak enam bulan lalu" sambung reni. Wajahnya tertunduk. Matanya terlihat sedikit berkaca-kaca.


"aku sebenernya gak tega ngomong ini kris.. apalagi kamu baru saja bangkit dari masalah  kamu, tapi mau gimana.. 'nie harus ngomong sama kamu.." sambung reni dengan suara yang lirih.


Kris yang tadinya duduk tegap menjadi lemas, dia jatuhkan tubuhnya ke sandaran kursi , tangannya lunglai, tatapan matanya kosong, dia menghela nafas panjang.. dalam benaknya kris bertanya-tanya. "cobaan apalagi ini?! kenapa rasanya gak beres-beres?"  


Kris  baru saja bangkit dari keterpurukan, kini dia dihadapkan kembali dengan kepatah-hatian.


Desy memang hadir saat kris jatuh kedalam jurang kepedihan yang teramat dalam, sosok desy menjadi pengobat akan kesedihan hati kris kala itu. Kris berpikir desy adalah jawaban dari tuhan atas harapan yang sempat dia sematkan ke sosok suci mantan istrinya yang kini telah pisah.


Perkenalan mereka memang terbilang masih singkat, tapi sosok desy bagi kris adalah gambaran ideal seorang perempuan yang layak untuk diperistrinya. Sosok yang anggun sekaligus ceria. keceriaannya menularkan rasa optimis bagi kris untuk  "hidup kembali" dari keterpurukan masa lalunya dan kembali berusaha  menata masa depan.


***


Malam itu kris terlihat gelisah, tak henti-hentinya dia melirik jam dinding yang terpampang di dalam kamarnya. Sesekali dia duduk di atas ranjang, kemudian jalan bolak balik, duduk lagi di kursi kerja, berdiri lagi, jalan lagi dan begitu seterusnya sambil sesekali tetap melirik jam dinding yang kini telah menunjukkan pukul 8 malam.


Kris malam itu memang menunggu desy menelponnya, kris berharap apa yang tadi siang diceritakan reni bisa dia konfirmasikan kebenarannya malam itu juga.


Tak lama telpon berdering, secepat kilat dia angkat penuh harap, semoga yang meneponnya adalah desy, sosok manis, tinggi semampai yang ditunggu-tunggu nya sedari tadi.


"hallo" ucap kris..


"hai sayang.." sahut suara dalam telpon sedikit manja dan centil.


Kris hapal betul itu adalah suara desy, begitu pun sebaliknya, makanya desy tak sungkan untuk langsung memanggil kris dengan sebutan sayang di telpon saat itu.


Kris meluapkan kegirangannya. dadanya penuh semangat. banyak hal yang ingin dia tanyakan, seraya penuh harap segalanya sesuatu nya berjalan dengan baik. Sedikit dia berteriak menyambut suara yang menimpalinya di ujung telpon tersebut.


"kamu kemana aja???...." aku nungggu....!!! Kok lamaaa banget...???" sahut kris seraya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang didapatnya saat itu.


"iya, aku juga kangen sayang.." desy menimpali.


Mereka meluapkan rasa rindu mereka, bercerita dan bercanda, hingga kris mulai berani menyampaikan apa yang sejak tadi siang menjadi beban pikirannya.


"gini.. aku mau tanya, apa benar yang diceritain reni itu betul..?" timpal kris dengan nada yang tidak sabar.


"emang reni cerita apa?"


"kamu sakit..!?"


"Ooo.." desy terdiam, seketika suasana yang tadi penuh canda kini menjadi hening, sepertinya desy berat untuk berkata-kata.


"kenapa gak cerita?" sahut kris memecah keheningan.


"aku gak berani, aku inginnya nanti aja kalo aku sudah menjalani semuanya.. aku gak tega melihat kamu terpuruk lagi kris.. aku sayang kamu, aku takut kalau kamu gak bisa nerima kondisi aku".


"desy.. apapun yang terjadi sama kamu, aku siap menerima kamu, menemani kamu, sekarang tolong kamu kasih tau kamu dimana, biar aku susul kamu ke sana".


"kris.. jujur.. tadinya aku sebenernya sudah memutuskan untuk tidak lagi menghubungi kamu, tapi aku berat... gak tega.. aku berpikir bahwa kamu punya hak untuk tau semua tentang apa yang aku hadapi sekarang, seperti halnya komitmen kita jika nanti kita bersama, aku juga punya hak untuk tau apa yang kamu hadapi dan harus menjadi 'kita' dalam menghadapi masalah yang datang nanti.. nah sekarang biarkan aku hadapi dulu apa yang menimpa diriku, percayalah jika kita memang berjodoh, kelak kita pasti bersama.. kris.. sebentar lagi kamu mulai kuliah S2, kamu harus fokus, aku sudah berkhayal kita berfoto sambil mengendong  anak kita di wisuda kamu nanti, aku sekarang di rumah sakit, malam ini, satu jam lagi, aku akan menjalani cangkok sumsum tulang belakang.. akupun sebenarnya gak mau menjalani hal ini, capek, aku hanya ingin pergi ke bulan, aku sudah pernah merasakan sakitnya jarum suntik  menembus ke sumsum tulang belakang aku, sakit sekali kris, aku hanya ingin ke bulan kris.. aku ingin  ke bulan... sekarang aku gak bisa lama-lama nelpon, aku cuma mau minta kamu doain aku, doain semoga aku kuat, berhasil menjalani ini semua, besok aku hubungi kamu lagi ya.. sekarang aku sudah diberi kode untuk siap-siap."


Tidak terasa kris mencucurkan air mata nya, tubuh kurus kris gemetar, kris merasa sangat sedih.. tak disangka orang yang terlanjur sangat dia sayangi dan cintai harus mengahadapi beban yang sedemikian beratnya. Kris hampir tak bisa berkata apa-apa lagi, dia takut.. takut sekali jika sesuatu akan terjadi menimpa desy.


"janji ya kamu harus telpon aku besok, ijinkan aku untuk bisa menyertai kamu, kemanapun, kapanpun, kita harus bersama. Kamu harus pulang, nanti aku akan datang melamar kamu.. apapun jadinya kamu.. ijinkan aku menemani kamu.. aku tidak peduli bagaimana pun jadinya kamu nanti.. tapi kamu janji ya.. kamu harus pulang secepatnya.."


"terima kasih ya kris.. aku janji, aku tau kamu orang baik, makanya aku yakin kamu pasti jadi orang sukses... nanti aku pulang aku akan langsung menemui kamu.. tapi kris.. inget ya.. apapun yang terjadi nanti, itu adalah yang terbaik untuk kita..."


malam itu kris dan desy bergumul dalam kesedihan, hal yang belum pernah mereka alami berdua selama ini. Pembicaraan yang biasanya penuh dengan tawa dan canda kini berbalik menjadi kesuraman dan air mata. Kris menutup telpon desy dengan berat seraya berharap besok akan baik-baik saja.


***


Dua hari telah berlalu semenjak itu. Namun, kris belum juga menerima telpon dari desy. Kris tetap menunggu, dia hampir  tidak mau meninggalkan ruang kamarnya. Kejadian malam itu telah benar-benar membawa kris kedalam suasana kesedihan bathin yang begitu mendalam.


Memang baru beberapa minggu mereka menjalin hubungan kekasih. Kris belum sempat mengenal keluarga desy secara mendalam, ditambah kris tinggal di kota yang berbeda dengan desy. Sehingga kris benar-benar tidak tau harus kemana dia mencari kabar keberadaan desy.


Reni juga ikut mencoba mencari tau keberadaan desy, dia merasa adalah orang yang paling bertanggungjawab atas perasaan kris. Kadang dia menyesal, kenapa dia harus memperkenalkan desy dengan kris. Seandainya dia tidak kenalkan, mungkin beban yang ditanggungnya tidak akan terlalu besar. Reni terus mencoba mennghubungi teman-teman kuliahnya dulu, maklumlah selama mereka dekat belum pernah sekalipun reni ke rumah desy, sebaliknya desy kerap kali datang berkunjung ke rumah reni. Tapi usaha reni mencari informasi tentang desy tidak berhasil sedikitpun, nihil.


Di hari ketiga kris terpaksa harus beranjak menuju salah satu kampus negeri ternama di kota depok. Hari itu dia diharuskan untuk daftar ulang kuliah S2 nya. Balairung yang luas,  penuh sesak dengan para mahasiswa yang hadir dan baru diterima di kampus itu.


Hp nya berdering disela antrian panjang mahasiswa di tengah terik matahari. Reni, orang yang paling diandalnya saat itu menelpon.


"Hallo ren.. ada kabar?" ucap kris pada reni.


"Hallo kris.. " suara reni terbata-bata.. "yang sabar ya.." ucap reni dengan nada suara yang lirih. "tadi kakaknya eci nelpon...., dia ngabarin kondisi eci..., eci sudah gak ada kris.." sambung reni diselingi isak tangisnya.


Kris diam terpaku, seraya tidak percaya dengan apa yang baru disampaikan reni pada dirinya.


"kris.." reni melanjutkan, "kakaknya bilang setelah tranplantasi eci koma, tapi dia sempat sadar sebentar, dia hanya mau menyampaikan maaf sama kamu dan dia minta menyerahkan sesuatu buat kamu, setelah itu dia koma lagi dan tidak pernah tersadar kembali."


Telpon reni siang itu bagaikan tsunami dasyat yang mengguncang dan menghantam kris, teriknya sianar matahari siang tiba-tiba menguning dan gelap dalam pandangan kris, tapi kris tetap tabah, dia berusaha untuk mengontrol rasa emosionalnya, bagi dia apa yang ada didepan matanya harus dia selesaikan terlebih dahulu. Namun demikian, tangisnya tak berhenti setelah masuk kedalam mobil, tempat yang selama ini paling privacy bagi dia, tempat yang selama ini selalu menjadi curahan kesedihan hatinya.


Hari berikutnya reni datang berkunjung ke rumah kris. Dia membawa sebuah amplop besar yang baru dia terima dari seseorang yang datang menitipkannya ke orang tua reni dan tidak sempat dia temui. Entah siapa orang itu.


Kris membuka amplop tersebut, didalamnya terdapat  surat dalam sebuah amplop pink, selembar foto desy yang sedang tersenyum diatas panggung dan kaset Rod Stewart. Desy memang nge-fans dengan penyanyi itu, terlebih lagu 'I don't wanna talk about it' kerap kali dilantunkannya disela kebersamaannya dengan kris. Mungkin itu juga merupakan tanda, dimana dia tidak mau membicarakan apa yang tengah dihadapinya saat itu.
Kris membuka surat tersebut, isinya adalah curahan perasaan desy kepadanya.


"Hallo sayang.. maaf jika sudah membuat kamu menunggu, tapi aku yakin surat ini akan sampai ke tangan kamu. Kalau surat ini kamu baca artinya aku sudah tidak bisa menyampaikannya langsung ke kamu".


"Sayang, aku masih inget waktu kamu pertama kali sms aku, kamu bilang hallo ibu apa kabar? Sudah makan siang belum? Waktu itu aku jawab ibu tidak makan siang, ibu makannya nasi.. sungguh aku nggak nyangka kalau itu kamu, aku kira itu adalah murid ku  yang memang kerap kali suka sms-in aku pake nomor orang tuanya".


"Sayang.. semenjak aku mengenal kamu, hidupku serasa menjadi berwarna kembali, aku tau mungkin hidupku gak akan lama lagi, aku seringkali mereka-reka kebersamaan kita nanti sambil menatap bulan di atas genting rumah ku, ingin rasanya aku hidup berdua sama kamu, ya hanya berdua.. mungkin di atas bulan sana, maka itulah kenapa aku sering bilang kalau aku ingin pergi ke bulan".


"Sayang.... Terima kasih telah menjadi pelangi dalam hidupku.. aku sangat senang sekali walaupun sebentar.. ini semua, kamu,  akan menjadi kenangan terindah dalam hidupku.. dalam sisa hidupku.."


"Sayang... jangan sedih ya... aku yakin kamu akan sukses seperti apa yang kamu cita-citakan..  aku yakin kamu pasti bisa mendapatkan pengganti aku yang lebih baik, dan pasti akan menyayangi kamu. Life must go on kris.. hiduplah dengan bahagia, jadilah orang yang bisa dibanggakan orang tua dan keluarga kamu kelak. Semoga kita bisa bertemu kembali suatu saat nanti walau dilain dunia.."  


Kris kembali melipat surat itu, menaruhnya dalam amplop pink yang membungkusnya. bagi kris, desy adalah bagaikan bintang jatuh, bagaikan meteor, menerangi gelapnya malam, indah, namun hanya sebersit, singkat tapi berbekas. Dia tidak pernah menyangka secepat itu desy meninggalkannya dan secepat itu pula dia harus mengalami keterpurukan lagi.


Kris tidak pernah tahu dimana desy dimakamkan, usahanya mencari tahu keberadaan keluarga desy pun sia-sia, segala upaya telah ditempuh, termasuk menelusuri keberadaan desy melalui kemenlu dan kedubes Indonesia di korea.


Desy menorehkan cerita tersendiri dalam hati kris. Menjadi prasasti yang akan tetap dijaganya sepanjang hidupnya.. ceritanya menjadi hikmah yang mungkin bisa menjadi pelajaran dan ceritakan  ke anak cucunya kelak. Saat ini kris harus mengubur seluruh perasaan yang pernah ada dalam dirinya dan menutupnya dalam ruang yang terkunci rapat dan membuka ruang lain bagi hati yang mencintainya, seperti pesan desy 'Life Must Go On..' kris tetap berjalan dengan segala sisa-sisa kekuatan di hatinya.

Tribute to DN

11 Agustus 2004

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun