Mudah saja untuk menentukan seseorang menjadi Legislator, cukup dengan mencoblos, tapi...
Purnama menyaksi sunyi tak sempat pulang.
Sebuah elegi dipertengahan mei. Untuk kita yang sedang merayakan duka dengan cara paling manusiawi. Selamat merayakan duka.
Penulis: Galih Aji NugrohoMalam itu hujan turun perlahan, seperti menahan tangis yang malu-malu. Aku duduk sendiri di sudut kamar, menyetel ulang daft
Dari luka yang diremehkan, lahir kata yang abadi. Ini bukan keluh, ini nyala yang tak padam.
Gabungan puisi elegi dan ode tentang salib di golgota
Malam menjadi-jadi Siang berubah-ubah Kalau singgah jadi elegi
Muach, muach paling liar, kecupan yang tak membunuh, tapi juga tak menghidupkan.
Rindu ini takkan pernah pudar sebab cintamu abadi, tak terukur oleh jarak dan sadar meski ragamu tak lagi di sini
Seberapa luas dulu hutan dijarah atas nama perut sebelum diganti Tabung Gas yang konon lebih ramah lingkungan namun tidak ramah di kantong bua
Elegi ini, cintaku adalah bukti Bahwa meski ragamu tiada jiwamu abadi…..
kulacak jejak mathari/mata hati sunyi di tiap pergi
Ya Tuhan, di keheningan ini ku rasakan Betapa besar kasih-Mu pada alam dan insan
Di relung hati yang rapuh ini, kau tetap abadi Meski hanya dalam luka yang tak pernah sembuh
Angin timur berbisikdi antara pucuk - pucuk pinusmenyenandungkan elegi luka hatiketika aku dudukmenikmati senjaku sendirianSenja makin teranggemericik
Hati seorang ibu menjerit menembus langit saat ujian itu kembali menghujam jiwanya yang rapuh. Namun keyakinan pada takdir yang membuatnya bertahan
Saat seseorang terpuruk dengan ujian bertubi-tubi karena ulah buah hatinya maka pelipur lara hanyalah do'a yang melangit pada Sang Pemilik makhluk-Nya
Tenda yang penuh kenangan saat bersama dengan teman masa silam teringat kembali
Selamat jalan wahai engkau yang tak pernah lelah memperjuangkan yang Indonesia yang lebih adil.