Mohon tunggu...
Tripviana Hagnese
Tripviana Hagnese Mohon Tunggu... Bisnis, Penulis, Baker

Saya seorang istri, ibu rumah tangga, yang juga mengelola bisnis, ada bakery, laundry, dan parfum.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[Cerbung S1 E7] Nada yang Terlupakan

26 September 2025   03:42 Diperbarui: 25 September 2025   07:46 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Milik Tripviana Hagnese: [Cerbung S1 E7] Nada yang Terlupakan 

Dokter Gunawan menatap Fika dengan serius. "Bu Fika, saya akan terus terang. Ini baru prediksi awal, tapi ketidaknormalan pada sel darah putih yang terlalu banyak dan sel darah merah atau trombosit yang terlalu sedikit, ini bisa mengindikasikan adanya leukemia…"

"Apa?! Leukemia, Dok?!" Fika memotong, saking kagetnya. Matanya membelalak, tidak percaya. "Tapi, Tisya baru satu minggu ini saja sakit. Sebelumnya, dia baik-baik saja."

"Betul, hal itu bisa terjadi pada anak seusia Tisya, Bu," jawab Dokter Gunawan tenang. "Prediksi saya, gejala yang terjadi tiba-tiba secara cepat ini adalah jenis Leukemia Limfoblastik Akut…"

Penjelasan Dokter Gunawan bagaikan petir di siang bolong. Fika tidak lagi mengikuti. Pikirannya melayang, terus bertanya, Mengapa harus Tisya? Rasanya dunia ini tidak adil. Kehidupan seolah terus-menerus mempermainkannya. Ia merasa bersalah. Ini salahku, kenapa Tisya yang harus menanggung akibatnya?

"Bu Fika?!" Dokter Gunawan sedikit mengeraskan suaranya, menyadarkan Fika yang melamun.

"Ya, Dok," Fika kembali menatap Dokter Gunawan, matanya nanar.

"Ibu harus kuat dulu, baru bisa menguatkan Tisya. Saya lihat, Tisya juga anak yang tegar dan bersemangat. Kita akan beritahu dia, tapi kalau Bu Fika juga bisa diajak kerja sama, dan dapat menerima ini semua. Kita harus bertindak cepat sehingga tingkat kesembuhan menjadi lebih baik," jelas Dokter Gunawan. Ia tersenyum menenangkan, senyum yang sudah sering ia berikan kepada orang tua dengan pasien yang mengalami hal serupa. Ia tahu, respons pertama pasti penolakan, tetapi itu tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Pasien harus segera ditangani.

Fika mengangguk, matanya merah, tetapi ia sadar, ini bukan waktunya menangis. "Saya siap, Dok," ucapnya lirih.

"Kalau Bu Fika sudah lebih siap, kita akan panggil Tisya, saya akan menjelaskan secara transparan agar semua pihak bisa kooperatif dan support untuk proses pemeriksaan lebih lanjut dan penanganannya, Bu." Dokter Gunawan melihat Fika yang hanya menunduk tapi mengangguk.

Suster kemudian memangil Tisya dan ibu Fika. Dengan lembut dan sederhana, Dokter Gunawan menjelaskan pada Tisya. Tisya mendengarkan dengan seksama, sesekali matanya berkedip, tetapi ia tidak menunjukkan raut sedih. Ia justru tersenyum ketika ditanya Gunawan apakah ia mengerti.

"Mengerti, Dok," kata Tisya mantap. "Yang penting Tisya bisa sembuh."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun