Mohon tunggu...
Tripviana Hagnese
Tripviana Hagnese Mohon Tunggu... Bisnis, Penulis, Baker

Saya seorang istri, ibu rumah tangga, yang juga mengelola bisnis, ada bakery, laundry, dan parfum.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[Cerbung S1 E3] Nada yang Terlupakan

25 September 2025   11:58 Diperbarui: 24 September 2025   20:12 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Milik Tripviana Hagnese: Nada yang Terlupakan 

Gambar Milik Tripviana Hagnese: [Cerbung S1 E3] Nada yang Terlupakan 
Gambar Milik Tripviana Hagnese: [Cerbung S1 E3] Nada yang Terlupakan 

Episode 3: Rumah dan Janji Hati

Fika pulang dengan mobil boksnya, memarkirnya, lalu menuju rumahnya yang sederhana. Ia membuka pintu perlahan. Seorang wanita paruh baya keluar dari kamar belakang. Itu ibunya.

"Tisya sudah tidur, Bu?" bisik Fika. Ibunya mengangguk. Ia segera merajang air untuk Fika mandi.

"Terima kasih, Bu." Fika tersenyum melihat ibunya yang walau sudah tidak muda, masih sehat dan bersemangat. Fika tahu, ibunya seorang tunawicara. Maka dari itu, ia dulu sempat melambung tinggi. Ia yatim, ibunya tunawicara, tetapi berhasil menjadi penyanyi terkenal. Fika melihat bagaimana ibunya berjuang membesarkannya.

Ibu Fika, seorang wanita yang sederhana, berjuang membesarkan Fika sejak suaminya meninggal karena sakit. Fika sendiri melihat bagaimana perjuangan ibunya agar ia bisa meraih mimpinya. Ibunya yang selalu mendukung dan selalu ada untuknya. Bahkan, ketika Fika terpuruk dan membawa kabar kehamilan tanpa ayah, ibunya tidak menyalahkan.

Dengan bahasa isyarat, ibunya mengatakan, "Ibu bersedia merawat cucu. Fika jangan pernah berpikir untuk menggugurkannya. Anak itu tidak bersalah."

Ibunya memohon Fika untuk tidak menggugurkan kandungannya, karena anak itu tidak bersalah. Fika sadar. Ia memeluk ibunya erat, air matanya menetes. Ia memilih untuk merawat anaknya, meski ia harus sendiri. Ia yakin, seorang anak yatim sekalipun bisa bersinar, asal dididik oleh ibu yang kuat. Fika adalah bukti. Ia akan melanjutkan perjuangan ibunya, ia akan berjuang untuk Tisya, putri semata wayangnya.

Hari berlalu seperti biasa. Fika tidak ingat lagi kejadian di kafe Yasmin tempo dulu. Ia memang masih suplai ke kafe itu. Tapi Fika buru-buru, selalu mencari waktu siang atau sore hari, agar ia tidak perlu bertemu Yasmin.

Suatu sore yang cerah, Tisya, yang kini berusia sembilan tahun, berlari menghampiri Fika yang sedang mengemas pesanan. Di tangannya, Tisya memegang sebuah flyer yang lusuh.

"Mama, lihat ini!" seru Tisya, matanya berbinar.

Fika mengambil flyer itu. Isi flyer itu Adalah sebuah ajakan untuk audisi menyanyi di sekolahnya. Pemenangnya akan berkesempatan tampil di hadapan presiden di Istana Negara.

"Tisya mau ikut ini, Ma," kata Tisya penuh harap.

Fika terdiam. Wajahnya berubah murung. Ia tidak ingin Tisya mengikuti jejaknya. Dunia gemerlap dengan ketenaran sekejap, bisa menyilaukan seseorang hingga buta. Fika tidak mau Tisya mengalami apa yang pernah ia alami.

"Jangan, Sayang. Mama nggak mau kamu ikut," jawab Fika tegas, mencoba menyembunyikan kekhawatiran dalam suaranya.

"Kenapa, Ma? Tisya kan suka nyanyi," rengek Tisya, cemberut.

Saat itu, ibu Fika datang. Ia melihat flyer di tangan Fika, lalu menatap cucu dan putrinya bergantian. Dengan bahasa isyarat, ia bertanya mengapa Fika menolak.

"Bu, aku tidak ingin Tisya jadi penyanyi. Aku tidak ingin dia merasakan dunia itu," Fika menjelaskan dengan nada lelah.

Ibunya tersenyum, lalu menepuk bahu Fika. Dengan bahasa isyarat, ia mengatakan bahwa setiap orang punya jalan hidupnya sendiri. Ibu Fika meyakinkan Fika bahwa Tisya berbeda, ia adalah anak yang kuat dan cerdas.

"Mama, aku janji aku akan baik-baik saja," kata Tisya, memeluk Fika. "Aku janji aku hanya akan focus menyanyi dan tidak akan mengikuti pergaulan yang aneh-aneh.”

Mendengar kata-kata itu, hati Fika mencelos. Ia menatap Tisya, melihat tekad yang kuat di mata putrinya. Akhirnya, ia mengalah. "Baiklah, kamu boleh ikut. Tapi Mama yang akan melatihmu."

Sejak saat itu, setiap malam, Fika melatih Tisya. Satu bulan bukan waktu yang singkat, tetapi bagi mereka, 30 hari seperti 3 jam saja. Hingga akhirnya, hari audisi tiba. Fika mengantar Tisya. Berkali-kali Tisya merasa gugup. Fika mencoba menenangkannya, menceritakan pengalamannya pertama kali. "Gugup itu cuma sebentar, di awal saja. Setelahnya, kamu akan lupa. Fokus saja, menyanyi dengan sepenuh hati," pesan Fika.

Tisya mengingat pesan itu. Ia menyanyi dengan sepenuh hati, dan suaranya stabil. Tisya lolos ke babak selanjutnya. Untuk babak selanjutnya, Tisya akan mendapat pelatihan khusus dari sekolahnya. Persiapan itu intens. Meski hanya satu bulan, Tisya berlatih sangat keras. Tidak hanya di sekolah, tetapi juga di rumah, bersama Fika.

Lomba tingkat kecamatan, kabupaten, dan provinsi, dapat dilewati Tisya dengan baik. Semua orang bangga dan memuji Tisya. Hingga akhirnya, mereka sampai di babak final, tingkat nasional. Semua kontestan akan dikarantina selama sebulan. Fika cemas, tetapi setelah Tisya berjanji ia akan mandiri, dan ibunya juga menyetujuinya, Fika akhirnya memberi restu. Sebulan terasa lama sekali.

Hingga akhirnya, hari kompetisi tiba. Fika dan ibunya duduk di bangku penonton, cemas menantikan penampilan Tisya. Ketika Tisya tampil, Fika merasa ada yang tidak beres. Tisya tampak berkeringat berlebihan, dan wajahnya pucat. Langkahnya gontai dan gerakannya lemah. Setelah selesai menyanyi, Tisya hampir terjatuh jika saja pembawa acara tidak segera menangkapnya.

Bersambung...

#tripvianahagnese

#season1

#nadayangterlupakan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun