Sejak saat itu, setiap malam, Fika melatih Tisya. Satu bulan bukan waktu yang singkat, tetapi bagi mereka, 30 hari seperti 3 jam saja. Hingga akhirnya, hari audisi tiba. Fika mengantar Tisya. Berkali-kali Tisya merasa gugup. Fika mencoba menenangkannya, menceritakan pengalamannya pertama kali. "Gugup itu cuma sebentar, di awal saja. Setelahnya, kamu akan lupa. Fokus saja, menyanyi dengan sepenuh hati," pesan Fika.
Tisya mengingat pesan itu. Ia menyanyi dengan sepenuh hati, dan suaranya stabil. Tisya lolos ke babak selanjutnya. Untuk babak selanjutnya, Tisya akan mendapat pelatihan khusus dari sekolahnya. Persiapan itu intens. Meski hanya satu bulan, Tisya berlatih sangat keras. Tidak hanya di sekolah, tetapi juga di rumah, bersama Fika.
Lomba tingkat kecamatan, kabupaten, dan provinsi, dapat dilewati Tisya dengan baik. Semua orang bangga dan memuji Tisya. Hingga akhirnya, mereka sampai di babak final, tingkat nasional. Semua kontestan akan dikarantina selama sebulan. Fika cemas, tetapi setelah Tisya berjanji ia akan mandiri, dan ibunya juga menyetujuinya, Fika akhirnya memberi restu. Sebulan terasa lama sekali.
Hingga akhirnya, hari kompetisi tiba. Fika dan ibunya duduk di bangku penonton, cemas menantikan penampilan Tisya. Ketika Tisya tampil, Fika merasa ada yang tidak beres. Tisya tampak berkeringat berlebihan, dan wajahnya pucat. Langkahnya gontai dan gerakannya lemah. Setelah selesai menyanyi, Tisya hampir terjatuh jika saja pembawa acara tidak segera menangkapnya.
Bersambung...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI