Kabut Senja di Balik Jeruji Besi: Sebuah Awal
Ada 10 Epsiode ya.
---
Malam itu, Jakarta menelan cahaya rembulan, hanya menyisakan kegelapan dan rinai hujan yang baru saja usai. Sekitar pukul dua dini hari, ketika sebagian besar kota terlelap dalam mimpi, sirene polisi merobek kesunyian Jalan Sudirman. Di antara kilatan lampu biru dan merah yang memantul di aspal basah, tergeletak sesosok tubuh. Tak bergerak.
Bram, yang baru saja menerima telepon dari nomor tak dikenal, tiba di lokasi dengan napas tersengal, jantung memalu seperti genderang perang. Darah seolah mengering dalam nadinya begitu matanya menangkap siluet yang dikenalnya. Adelia. Adiknya. Ia mencoba menerobos barisan polisi, teriakan namanya tercekat di tenggorokan.
"Adelia! Adel!" Suaranya serak, putus asa.
Seorang petugas polisi berbadan tegap langsung menahan lengannya. "Mohon tenang, Pak. Ini area kejadian. Korban sudah kami evakuasi."
"Evakuasi? Tapi dia adik saya! Biarkan saya melihatnya!" Bram meronta, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ada yang aneh. Terlalu cepat. Terlalu sigap. Petugas itu seolah menghalanginya dengan sengaja.
"Ini murni kecelakaan tabrak lari, Pak. Kami akan tangani semua prosedurnya," jawab petugas itu datar, tanpa empati. Ada nada finalitas dalam suaranya yang membuat bulu kuduk Bram meremang. Kecelakaan? Adelia? Adik perempuannya yang selalu berhati-hati? Kecelakaan tabrak lari? Keraguan pertama mulai menggerogoti benaknya, seperti virus yang tak terlihat. Ia merasa ada tangan-tangan tak kasat mata yang terburu-buru ingin menutupi sesuatu.
Tiga hari kemudian, secepat kilat, polisi mengumumkan penangkapan pelaku. Media massa ramai memberitakan, seolah sebuah misteri besar telah terpecahkan. Bram datang ke kantor polisi, dadanya dipenuhi campuran amarah dan sedikit lega. Setidaknya, keadilan akan ditegakkan. Namun, apa yang dilihatnya membuat amarah itu mendidih kembali.