Mohon tunggu...
Tripviana Hagnese
Tripviana Hagnese Mohon Tunggu... Bisnis, Penulis, Baker

Saya seorang istri, ibu rumah tangga, yang juga mengelola bisnis, ada bakery, laundry, dan parfum.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ketika Takdir Menulis Ulang (Ep. 5/8)

8 Mei 2025   15:10 Diperbarui: 8 Mei 2025   14:12 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Milik Tripviana Hagnese: Ketika Takdir Menulis Ulang (Ep. 5/8)

Episode 5 Badai Belum Berakhir

Jakarta & Amsterdam

Kembali di Jakarta, Nevan tidak meratapi kekalahannya di Amsterdam. Ruang kerjanya yang dingin dan mewah menjadi saksi bisu perhitungannya yang baru. Kekalahan di depan Nadiya dan Arga membakar egonya, namun juga menyulut api strategi yang lebih dingin dan kejam. Ia menyadari konfrontasi langsung hanya memperkuat ikatan mereka. Sekarang, ia akan bermain dari jauh, meracuni fondasi hubungan itu perlahan-lahan.

"Dia pikir ini sudah selesai?" gumam Nevan pada pantulan dirinya di jendela kaca yang menampilkan lanskap malam Jakarta. Gelas whisky di tangannya tampak kontras dengan sorot matanya yang tajam. "Dia lupa siapa aku. Dia lupa bahwa di atas kertas, dia masih milikku."

Ia menghubungi Rian, pengacara pribadinya yang terkenal licin dan tanpa ampun. "Rian, proses perceraian Nadiya. Aku mau kau buat ini serumit mungkin. Aset, tunjangan, hak... tarik ulur selama mungkin. Buat dia merasa tidak ada jalan keluar yang mudah. Aku ingin dia tahu, meninggalkan aku ada harganya."

"Dan satu lagi," tambah Nevan, nada suaranya berubah lebih gelap. "Cari tahu semua tentang Arga Wiranata itu. Masa lalunya, kelemahannya, bisnisnya. Semua."

Sementara itu, di Amsterdam, Nadiya dan Arga mencoba kembali menata hidup mereka. Kelegaan setelah kepergian Nevan terasa nyata, namun rapuh. Mereka memulai konsultasi dengan pengacara di Belanda untuk menangani proses perceraian jarak jauh. Ada momen-momen kedamaian---berjalan bergandengan tangan di sepanjang Vondelpark, berbagi tawa di kafe kecil, atau sekadar berpelukan di sofa sambil menonton film. Keintiman mereka kembali tumbuh, namun di bawah permukaan, bayangan Nevan masih terasa.

"Aku hanya ingin ini cepat selesai," bisik Nadiya suatu malam, bersandar pada Arga. "Aku ingin benar-benar bebas."

Arga memeluknya erat. "Kita akan lalui ini, sayang. Aku di sini." Namun, ia pun merasakan kecemasan yang samar. Ia tahu pria seperti Nevan tidak akan melepaskan begitu saja.

Tak lama kemudian, serangan pertama datang. Sebuah surat resmi dari firma hukum Rian & Partners tiba di apartemen mereka. Isinya bukan sekadar pemberitahuan proses hukum, melainkan serangkaian tuntutan yang tidak masuk akal mengenai pembagian aset bersama (yang sebagian besar atas nama Nevan), klaim atas barang-barang pribadi Nadiya yang masih tertinggal di Jakarta, dan insinuasi hukum yang rumit yang menyiratkan Nadiya bisa menghadapi konsekuensi jika tidak kooperatif---termasuk kemungkinan harus hadir secara fisik di pengadilan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun