Essi 291 -- Masih Hijau, Rasanya Masih Hijau
Tri Budhi Sastrio
Apakah orang yang tak pernah berdusta tidak
     cocok bergabung ke ranah politik?
Penelitian ilmiah rasanya belum ada tetapi ini
     jelas pertanyaan yang menggelitik,
Tetapi tidak serta merta jawaban yang
     memuaskan ada serta tersedia sekali klik.
Bahkan penelitian ilmiah pun belum tentu
     mampu sediakan jawaban bolak balik.
Yang jelas ada, karena banyak contohnya,
     adalah politik dusta dan dusta politik.
Politik dusta adalah melakukan kegiatan politik,
     dan dusta menjadi bagian intrik.
Tidak apa berdusta yang penting tujuan tercapai
     dan permainan tampak cantik.
Sedangkan dusta politik ya dusta juga, yang
     disampaikan karena alasan politik,
Dan yang biasa melakukan mereka yang
     berkuasa, yang lain mengekor bak itik.
Ke mana yang berkuasa berjalan ke situ para itik
     berbaris tanpa banyak selidik.
Karena bagi itik mengikuti yang di depan adalah
     hukum tanda taatnya anak didik.
Ranah politik Indonesia terus heboh tidak henti-
     hentinya dan sekarang lagi kacau.
Gelombang dahsyat terus menerpa laksana
     kena letusan gunung Anak Krakatau.
Yang satu belum usai yang lain datang
     menimpa, ibarat kumpulan burung bangau
Terbang ke barat atau timur sama saja, suara
     kadang tak jelas dan sering meracau,
Yang paling akhir cerita tentang perompak dan
     pemeras banyak terdengar di lepau.
Karena tingkatannya kedai dan lepau jadi
     semuanya mirip lenguhan suara kerbau.
Serak parau tidak halangan, jelas atau kabur
     bukan hambatan, sumbang sengau
Juga bukan masalah, yang penting ada yang
     dibicarakan, sedangkan bukti walau
Tak jelas, kacau balau, ya tidak masalah, ini ciri
     khas diskusi kedai di tepian danau.
Tetapi jika yang bicara seorang menteri dan
     sasaran tembaknya para wakil rakyat,
Maka meracau dengan tuduhan bukti kacau
     dampaknya bisa gawat kelewat-lewat.
Serangan balik derajatnya hebat karena para
     wakil rakyat yang katanya terhormat
Mana rela membiarkan satu penghujat bebas
     bekoar di laut, di udara dan di darat?
Ini masalah martabat, jadi kalau buktinya tidak
     keras dan hebat, yah, ada nasehat.
Lebih baik diam dan terus saja melihat, ada di
     mana tuh bukti yang hebat dan kuat.
Jika sudah dapat barulah boleh merancang
     serangan kilat guna sikat pengkhianat.
Kalau tidak kan begini jadinya ... berita sudah
     menyambar-nyambar laksana kilat,
Guntur pun menggelegar guncangkan seluruh
     jagat, eh ... tiba waktunya didaulat
Buka semua nama serta bukti-buktinya yang
     kuat ...sehingga para durjana laknat
Segera dapat secara singkat, tepat, cepat
     dilaporkan ke meja aparat buat dicatat,
Lalu disidik, lalu dituntut, lalu disidang, lalu
     dikirim ke tempat yang pas dan tepat,
Agar mereka dapat merenung lalu bertobat,
     bahwa memeras itu perbuatan jahat,
Eh ... nama minim, bukti tidak ada, ditambah lagi
     'ini semua katanya', wah ciaklat.
Menggali kubur sendiri mungkin belum tetapi
     tanda-tanda akan tamat jelas terlihat.
Yang sudah ada bukti kuat saja yang namanya
     gulat terus saja berlangsung ketat,
Apalagi kalau cuma katanya dan katanya ... yah
     ... siap-siap saja untuk dilumat,
Bukan cuma oleh mereka yang wakil rakyat,
     tetapi juga oleh kolega yang pejabat.
Jalan lolos memang masih ada dan tampaknya
     belum terlambat, tapi harus cepat,
Kalau terus lamban dan lambat-lambat ya
     jangan heran kalau akan segera tamat.
Dukungan suara ayo maju terus, jangan takut,
     buka saja nama para pengkhianat,
Sekilas memang bagus tampak bersahabat,
     tetapi ini kan dunia strategi hai sobat.
Yang mendorong memang bisa tulus tetapi bisa
     juga mereka punya banyak niat.
Tidak jahat ... tetapi juga jelas bukan agar 'tuan
     Dahlan' semakin hebat dan kuat.
Membiarkan lawan semakin hebat dan kuat kan
     tidak mungkin dijadikan prasyarat
Agar seorang kandidat ikutan menjadi kuat dan
     hebat ... itu kalau menjadi sahabat,
Bagaimana nanti kalau malah jadi pesaing
     terdekat ... kan lebih baik cepat dibabat.
Lagipula nalarnya kan seperti ini ... kalau
     memang sejak awal memang punya niat,
Membongkar korupsi serta turunkan para
     perompak negara dari tempat terhormat
Mengapa tidak mereka saja yang menjadi
     pembuka jalan dan pengobar semangat?
Memangnya di tempat mereka menjabat tidak
     ada tuh yang namanya pengkhianat?
Pasti ada dan mungkin banyak juga jumlahnya
     ... dan eh, kok mereka tidak dibabat?
Kok diam dan tenang-tenang saja sepertinya
     semuanya sudah sejak lama bertobat.
Lalu ketika ada yang berani nekad bercuap-
     cuap, mereka dengan penuh semangat
Ikut memberi dorongan ... bongkar ... bongkar
     saja ... ini benar-benar strategi siasat.
Kalau sukses mereka bisa memberi maklumat
     telah ikut dalam tim penyelamat,
Tetapi kalau tidak berhasil ... aha ... satu
     kandidat telah hilang tidak punya tempat.
Politik tentu saja tidak jahat, begitu juga dengan
     yang namanya strategi dan siasat.
Hanya saja kalau tidak benar-benar siap dan
     hanya merasa lalu terjun siap bergulat,
Banyak akibat yang mulanya hanya lamat-lamat
     segera bisa berubah sangat gawat.
Sahabat dan pengkhianat tak jelas sekat karena
     semua berbaur dalam taktik siasat.
Dan kalau bicara tentang taktik dan siasat tentu
     saja bukan masalah baik atau jahat.
Baik dan jahat dapat lebur menjadi satu asal
     bingkainya taktik dan arenanya siasat.
Yang juga menjadi masalah adalah dusta karena
     rasanya nuansa dusta mulai terasa.
Pada mulanya mungkin saja memang tak ada
     niatan dusta, niatannya baik-baik saja,
Hanya saja kala negara lewat BPK nyatakan
     dengan tegas ada kerugian negara
Yang fantastis angkanya -- walau katanya masih
     kurang fantastis --  agak panik juga.
Buktinya? Terlontar sejumlah nama ditengara
     menjadi pemeras perusahaan negara.
Memangnya pemerasan terjadi sesaat setelah
     selesainya itu audit PLN versi BPK?
Tidak kan ... sudah lama kan ... sejak beliaunya
     menjabat kan, terjadi ini perkara ...
Lalu mengapa baru dikerek ke angkasa setelah
     ditengara adanya kerugian negara
Yang konon sengaja dilakukan beliaunya ketika
     menjabat sebagai direktur utama?
Kaitan langsung sebagai tameng bisa saja tidak
     ada, tetapi bisa saja memang ada.
Kalau tidak ada yah banyak orang pantas
     bernafas lega, tetapi bagaimana jika ada?
Bukankah awal dusta sudah dimulai walau pada
     awal niatannya sama sekali tuna?
Berdusta walau terpaksa tetap saja berdusta
     namanya, dan pasti jelek dampaknya.
Sekarang ini situasinya kan seperti film komedi
     saja, maju kena mundur juga kena.
Dilanjut berbahaya dihenti juga tidak kalah
     bahayanya ... lalu enaknya bagaimana?
Sarannya sih sederhana saja ... jangan tergoda
     untuk berdusta, apapun alasannya.
Karena sekali tergoda wah ... pasti sulit untuk
     melepaskan diri dari jeratan mautnya.
Jika negara rugi karena memang disengaja dan
     itu diputuskan bersama jajarannya,
Ya dihadapi saja konsekwensinya dan tak perlu
     membuka arena pergulatan lainnya.
Pada arena ini saja bisa lolos dengan selamat
     sejahtera sudah merupakan karunia,
Jadi mohon jangan ditambah dengan arena baru
     karena nanti pasti konyol jadinya.
Keputusan membiarkan negara rugi ribuan
     milyar jelas bukan hal yang sederhana.
Apapun motifnya, pengawas negara pasti
     mengejar sampai tuntas ke akhir cerita.
Dan karena mereka juga brengsek tidak lalu
     bermakna yang ini jadi hilang salahnya.
Salah ya salah, dusta ya dusta, pemeras ya
     pemeras, penjelasan tetap harus ada.
Dan penjelasan inilah yang sekarang masih tak
     tentu rimbanya, tak jelas ujungnya.
Kembang telasih daunnya berkilau, semerbak
     mengharum ke seluruh lingkungan.
Memang rasanya masih hijau, dijebak pun
     terasa sedang memperoleh dukungan.
Essi 291 -- tbs/kas - POZ07112012 -- 087853451949
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI