Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Nasihat Seorang Pengemis

14 Maret 2021   15:55 Diperbarui: 14 Maret 2021   21:16 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak akan kukatakan sekarang! Tetapi nanti!"

Tuan Hadi Wiyono tidak memaksa. Harga dirinya menahannya.

Dalam perjalanan tidak banyak kejadian. Suasana memang ceria, tetapi tuan Hadi Wiyono kelihatan kurang  gembira. Mungkin insiden dengan pengemis tua atau mungkin juga karena sang istri tidak mau berterus terang menjadi penyebabnya. Di pelabuhan Ketapang, hari sudah  agak  sore. Sinar mentari sore menaburkan mutiara-mutiara indah di permukaan selat Bali. Tidak tampak perahu  nelayan  dan ini tidak mengherankan, karena selat Bali sedang menunjukkan  perbawanya  yang menggetarkan.  Meskipun gelombangnya tidak setinggi gunung tetapi  cukup membuat kapal-kapal ferry terombang-ambing.

"Ha, kebetulan ada kapal PJKA kosong. Kita bisa  naik dan menyeberang sekarang juga!"

"Tidak pak," nyonya Hadi Wiyono membuka suara, "kita  tidak akan menyeberang dengan kapal milik PJKA. Kita akan menyeberang dengan kapal tongkang."

Tuan Hadi Wiyono mengerutkan keningnya.

"Kau  sedang bergurau, bu!" kata tuan Hadi  Wiyono  tertawa kecut.

"Tidak, pokoknya aku memutuskan bahwa kita akan menyeberang dengan tongkang di sebelah sana itu."  Nyonya  Hadi Wiyono bersikeras.

"Hai, sejak kapan engkau menjadi seaneh ini. Kau perhatikan gelombang di tengah sana itu? Bukankah dalam perjalanan ke  Bali dua  tahun yang lalu engkau menyaksikan bagaimana tongkang  kecil  terombang-ambing tak menentu?  Kalau tidak salah ingat, kau mengatakan bahwa lebih  baik menunggu  dua atau tiga hari daripada memilih menyeberang  dengan kapal sekecil itu tetapi sekarang mengapa ...?"

"Ya, ibu ini aneh, mengapa harus memilih kapal  kecil kalau ada kapal yang lebih besar dan yang lebih aman!"  Putri tertuanya nyeletuk.

"Pokoknya kita menyeberang dengan tongkang, atau perjalanan ke Bali ini dibatalkan!" kata nyonya Hadi Wiyono tegas, tidak bisa ditawar-tawar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun