"Kalau engkau yang menang, hak menentukan liburan yang akan datang berada di tanganmu!"
"Justru di sinilah masalahnya yang sekarang terlihat jelas. Menang pun sebenarnya tidak berguna bagiku. Sekarang misalnya aku memutuskan  untuk  berlibur  ke Bogor, tetapi  kalau  engkau  tidak setuju  dan  bersikeras hendak ke Yogya,  pada  akhirnya kita akan berangkat ke Yogya. Hari ini mungkin engkau mengatakan tidak tetapi setahun lagi siapa yang bisa menjamin bahwa  engkau  tetap memegang janjimu? Tak seorang pun bisa menjamin!"
Sang istri tersenyum malu-malu. Sekali pun lebih  banyak tidak disadari tetapi dia tahu sangat sering dirinya membantah suaminya dan selama itu pula suaminya  selalu mengalah pada dirinya.
Putri tertua  mereka keluar dari kamar  dengan  rambut tersisir rapi tapi pakaiannya jelas kalau belum ganti.
"Kapan kita berangkat, bu?" tanyanya pada ibunya.
"Kalau  semuanya  sudah siap!" Hadi Wiyono  yang  menjawab. "Ibumu belum berdandan, menunggu kamu!" sambil berkata begitu, Hadi  Wiyono  melirik  istrinya.  Istrinya tersenyum membalas lirikan suaminya.
"Ayo, bu, dandan di kamarku saja!" ajak putrinya.
Wanita itu mengangguk dan bangkit dari duduknya.
 "Engkau juga harus segera bersiap-siap pak," katanya sebelum melangkah.
"Jangan khawatir! Sebentar saja aku selesai!" jawab Hadi Wiyono.
Rumah kembali hening tetapi kesibukan jelas ada.