Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Relung-Relung Penyesalan

14 Maret 2021   10:58 Diperbarui: 14 Maret 2021   11:48 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
onelittleproject.com

Negara berhenti sejenak. Ayah dan ibunya tergugu. Inilah anak mereka sekarang. Pandai bicara. Pandai mengemukakan alasan.

"Aku memutuskan untuk berhenti kuliah sekarang ini, bukan karena malas atau tidak mampu tetapi karena tidak ingin memperoleh penghargaan seperti itu dari lembaga resmi yang seakan-akan menjadi gudang persediaan penghargaan. Aku ingin memperoleh penghargaan itu secara wajar, kalau memang nanti patut mendapat penghargaan. Betapa mudahnya seseorang memperoleh gelar. Dia cuma membutuhkan ketekunan, biaya dan kesabaran. Itulah kesanku untuk mereka yang memperoleh gelar dari bangku pendidikan, seperti ayah dan ibu umpamanya."

"Bah, omong kosong orang yang merasa dirinya pandai, padahal dia sebenarnya tidak mengerti apa-apa," kata laki-laki bertubuh kekar itu dengan suara keras. "Seseorang tidak boleh cuma pandai berkata saja, sementara dia tidak bisa membuktikan kata-katanya. Kau mengatakan mencapai gelar atau seperti menurutmu, penghargaan, itu mudah? Bah, buktikan buyung! Coba buktikan dulu baru engkau boleh mengatakan hal itu di hadapanku. Tidak seperti sekarang ini! Kata-katamu saja yang menjulang tinggi, sementara buktinya cuma kentut belaka. Kau katakan mudah, tapi engkau sendiri sudah menunjukkan tanda-tanda tidak akan mendapatkan sesuatu yang kau pikir mudah itu. Huh ...!"

Ternyata tidak seperti yang diharapkan. Negara malah terseyum lebar.  Sang ibu sendiri sampai heran melihat anaknya tersenyum lebar.

"Ayah tidak usah menggunakan tehnik memanas-manasi!" kata Negara. "Aku tidak akan semudah itu terjebak dalam tehnik semacam ini! Aku...."

"Untuk apa memanas-manasi anak ingusan seperti dirimu!" potong sang ayah sambil mendengus sinis. "Lagi-lagi di sini engkau memperlihatkan sok pintarmu, tetapi lagi-lagi kukatakan bahwa engkau salah besar!  Aku tidak bergurau, aku tidak memanas-manasimu. Aku serius. Bahkan kalau perlu aku akan menantangmu. Kutantang membuktikan kata-katamu. Akan kutanggalkan semua gelarku yang telah kuperoleh selama ini. Ayo sama-sama menjadi mahasiswa baru dan lihat, siapa di antara kita berdua yang bisa berdiri tegak dengan muka tengadah, karena tidak perlu menunduk dalam-dalam akibat tidak kuasa menahan malu. Aku atau engkau. Engkau yang mengatakan mudah mencapai gelar kesarjanaan dari bangku universitas, atau aku yang mengatakan sebaliknya. Kau berani anak muda?"

Ruangan itu hening. Mata Negara membelalak lebar. Bersungguh-sungguhkah ayah? Tantangan ini seriuskah? Kalau memang serius, akan ditaruh di mana mukanya kalau dia tolak tantangan ini tetapi kembali alasan sebenarnya yang selama ini disembunyikannya mengganggu pertimbangannya.

"Aku tidak percaya, kalau darah dagingku, yang selama ini kupercaya telah mewarisi kehormatan keluarga ini akan mundur begitu saja. Tantangan memang tidak pantas dicari-cari tetapi kalau tantangan sudah di depan mata, kemudian mundur sambil mengepit ekor, bah, apa bedanya dengan anjing geladak tanpa nyali?"

"Kuterima tantangan ini!" kata Negara tajam, sambil bangkit dari duduknya. Kemudian tanpa memberi kesempatan ayah dan ibunya mengutarakan sesuatu lagi, Negara melangkah ke kamarnya.

Pasangan suami-istri itu saling pandang. Begitu Negara menghilang, keduanya tersenyum. Mereka tidak berkata apa-apa tetapi senyum itu mewakili semua kata-kata.

Sedangkan Negara, berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Tantangan telah diterima. Tidak ada jalan mundur tetapi bagaimana dengan ...?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun