Di waktu senja hari itu, pancaran cahaya sang surya berangsur-angsur meredup dan menaburkan, menghamburkan, membaurkan perpaduan serpihan cahaya warna merah jambu, jingga dan oranye yang indah dan mempesona. Sedangkan goresan cahaya warna kuning keemasan nya membentang, melintang, memanjang sepanjang mata memandang di seluruh penjuru langit.
Namun tepat di atas cakrawala, gumpalan awan hitam tebal bergulung-gulung, bergelombang yang menandakan bahwa badai hujan sedang bergerak mendekat. Dan diikuti dengan beberapa kali kedipan sinar, percikan kilat, rentetan petir yang tajam berkilau dan dengan dahsyatnya menjalar, menyambar, menampar permukaan bumi. Serta diikuti dengan suara dentuman dan gemuruh guntur yang menggelegar, menggema, membahana di seantero langit.
Udaranya mulai terasa dingin dan disusul dengan hembusan angin yang cukup kuat, menggoyangkan dahan-dahan dan ranting-ranting. Serta desiran nya menggetarkan dan merontokkan sebagian dedaunan dari berbagai jenis pepohonan yang berukuran besar dan berkulit kasar. Serta menggoyahkan semak belukar yang tumbuh liar, rimbun, kusut tak beraturan di pinggiran sebuah hutan yang sepi, terpencil dan jauh dari pemukiman penduduk.
Tiga orang laki-laki berusia sekitar 30 an, Draka, Bonza, Marco dengan pakaian yang sudah lusuh, lengket karena keringat dan bersimbah peluh di wajah mereka. Tampak bergegas dan cemas menggali tanah yang sudah cukup dalam lubang galian nya, lalu secara bersamaan mereka mengangkat sebuah mayat yang hanya dibalut kain seadanya dan segera melemparkannya begitu saja ke dalam lubang galian itu serta segera menimbunnya kembali.
Setelah selesai menguburkan mayat itu, Draka kemudian mengambil sebuah botol berisi minuman tuak dan menyodorkan dua buah gelas ke Bonza dan Marco, lalu mereka bertiga meminumnya. Sedangkan Bonza mengeluarkan sebungkus rokok dan membaginya kepada Marco dan Draka. Sambil menyulut dan menghisap dalam-dalam rokok nya, Draka memandang dengan tajam raut muka Marco yang tampak gelisah dan resah.
“kenapa kau...!”, tanya Draka
“aku dengar dari orang di kampungnya ... orang yang kita kubur itu...???”, jawab Marco
“iyaa...kenapa...!”, tanya Draka lagi
“orang yang rajin beribadah di masjid nya”, jawab Marco
“sudahlah...kau enggak usah berfikir yang macam-macam”, hardik Draka
“gara-gara dia, polisi sudah bisa melacak kita”, lanjut Draka