"Kamu akan baik-baik saja."
Kalimat itu sering terdengar, tapi rasanya? Nggak sesederhana itu.
Putus cinta itu bukan cuma soal kehilangan seseorang. Kadang, kita juga kehilangan versi diri yang dulu percaya sama 'selamanya'. Kita kehilangan rutinitas harian yang biasa dilakukan berdua, kehilangan tempat bercerita, kehilangan semangat bangun pagi karena biasanya ada pesan, "sudah bangun, belum?" di layar ponsel. Sekarang... kosong.
Kalau kamu baru saja mengalami patah hati dan lagi coba pulih, kamu nggak sendirian. Di usia 20-an, dunia masih sering membingungkan, apalagi urusan cinta. Kadang manis banget, kadang bikin sesak. Tapi yang perlu kamu tahu: kamu nggak harus langsung baik-baik saja.
Yuk, kita pelan-pelan bahas. Nggak perlu buru-buru.
Nggak apa-apa kalau kamu masih nangis. Patah hati itu bukan cuma kehilangan orang yang disayang. Tapi juga kehilangan harapan, rencana masa depan dan versi ideal dari hubungan yang kamu bayangkan. Jadi, kalau kamu masih nangis seminggu, sebulan, atau dua bulan setelahnya, itu wajar banget. Jangan maksa diri buat cepet "move on". Perasaan itu nggak bisa dilompati, cuma bisa dilewati. Kamu manusia, bukan robot. Dan manusia butuh waktu buat pulih.
Air mata juga bukan tanda lemah, kok. Kadang itu cara tubuh bilang, "aku lagi berjuang." Menangis itu bentuk kejujuran. Biarkan dirimu merasa jujur saja, tanpa perlu malu. Kadang, justru setelah air mata keluar, hati jadi lebih ringan walau sedikit. Nggak apa-apa. Itu juga bagian dari proses.
Jangan meromantisasi mantan, tapi juga nggak harus benci. Setelah putus, otak kita suka banget memutar ulang kenangan manis. Waktu dia mengantar kamu pulang, waktu dia bilang kamu cantik banget meski cuma pakai baju biasa. Tapi coba juga ingat kenapa kamu putus. Kenapa hubungan itu nggak bisa lanjut. Bukan buat marah-marah atau menyalahkan siapa-siapa, tapi biar kamu tetap waras dan adil sama diri sendiri.
Kamu boleh banget bilang, "aku pernah bahagia, tapi aku juga pernah terluka." Keduanya sah. Kamu bisa peluk kenangan, tapi jangan tinggal terlalu lama. Nggak semua yang hangat itu aman buat dihuni. Nostalgia bisa menipu. Seringkali kita hanya perlu menoleh sebentar lalu melangkah lagi. Ingat, kamu sudah cukup berani untuk pergi. Itu juga sesuatu yang patut kamu hargai.
Kalau perlu, unfollow saja. Atau blokir. Serius, itu bukan drama. Kesehatan mental kamu lebih penting dari kelihatan "nggak apa-apa" di depan orang lain. Kalau lihat unggahan dia bikin hati makin berat, ya sudah, kasih jarak. Itu bukan tanda kekanak-kanakan, tapi bentuk jaga diri. Kadang cinta butuh keberanian, tapi melepaskan juga butuh keberanian yang sama besar.
Media sosial seharusnya jadi tempat kamu tumbuh, bukan tempat kamu terluka terus-menerus. Jadi, pilih yang bikin kamu tenang. Nggak harus kuat di mata siapa-siapa. Cukup kuat buat dirimu sendiri. Dan kalau suatu hari kamu sudah nggak merasa perlu cek akun dia lagi, itu tandanya kamu mulai pulih.
Kalau kamu tipe yang butuh ruang, coba tulis. Atau cerita ke sahabat. Ada juga yang lebih lega habis dengar musik keras-keras atau lari pagi sambil nangis di balik masker. Nggak masalah. Setiap orang punya cara sendiri buat sembuh. Kamu juga boleh tulis surat buat dia, lalu simpan atau bakar. Nggak usah dikirim. Yang penting kamu punya ruang buat ngeluarin semua rasa yang numpuk.