Ada satu kebiasaan buruk pada masyarakat kita yaitu cenderung memberi cap yang tidak mengenakkan bagi komunitas orang jalanan. Keberadaan mereka acapkali dinilai hanya dari sisi, penampilan entah dalam bentuk identitas yang dipakai. Atau yang konyol adalah gaya bicara ceplas ceplos, kasar dan sejumlah hal yang nampak di permukaan saja. Artikel ini saya dedikasikan untuk sejumlah orang, sebuah komunitas atau apapun sebutannya yang menamakan diri Solidaritas Berbagi Rejeki. Sebuah komunitas dari orang-orang yang biasa hidup di jalan. Ada pengamen, juru parkir, tukang kunci, jasa pengantaran, juru tagih dan masih banyak lagi profesi yang dijalani anggotanya. Yang menarik, komunitas ini belum genap setahun. Tapi kiprahnya telah dirasakan bermanfaat oleh banyak orang. [caption id="attachment_294640" align="aligncenter" width="640" caption="Komunitas Solidaritas Berbagi Rejeki buka bersama penghuni Panti Asuhan "][/caption]
Satu sisi kemanusiaan kita adalah kecenderungan berkumpul dalam sebuah komunitas kecil, sedang maupun besar. Pakar manajemen, David Mc. Clelland, membagi kecenderungan atau dorongan perilaku manusia (need of ) menjadi tiga. Yakniberkumpul, berkuasa dan berprestasi. Seseorang yang suka berkumpul akan menunjukkan kecenderungan kurang (mampu) berkuasa atau berprestasi. Demikian halnya dengan orang yang suka berkuasa akan punya kecenderungan kurang mampu berkumpul atau berprestasi. Sebaliknya, orang yang punya kecenderungan kuat untuk berprestasi akan mengalami kesulitan dalam berkumpul atau memupuk kekuasaan. Wirausaha atau wiraswasta termasuk dalam kelompok terakhir sebagai orang yang punya kecenderungan kuat berprestasi.
Teori motivasi berprestasi Mc. Clelland banyak diadopsi oleh warga masyarakat dunia pada dasawarsa 1980-an. Bahkan, Kementerian Perindustrian RI pernah menjadikannya sebagai satu program percepatan sebaran bibit-bibit kewirausahaan melalui Program Pengembangan Motivasi Berusaha (Achievement Motivation Training - AMT). Sektor kerajinan dan industri rumah tangga adalah sasaran utamanya. Sebagai orang yang pernah merasakan pelatihan itu, saya belum mendapatkan "roh" yang dapat memacu semangat dan daya hidup ke jalan menuju puncak prestasi. Dengan kata lain, dampak dari pelatihan itu kurang mengena. Apalagi mendarah daging.
Seiring perjalanan waktu, teori motivasi David Mc. Clelland mulai ditinggalkan dan berganti dengan pendekatan yang menggali sisi yang paling peka dalam diri manusia yaitu kalbu atau nurani. Muncul teknik manajemen qolbu ala Aa Gym (Abdullah Gymnastiar), metode ESQ-nya Ary Ginanjar Agustian yang (pernah) menjaditrend settingdi kalangan manajemen BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan banyak teknik lain oleh praktisi motivasi semisal Mario Teguh, Rheinal Khasali dengan Rumah Perubahan dan sebagainya. Kini muncultrend baruyang belum banyak dikenal oleh masyarakat luas yaknikewirausahaan sosial (social-preneurship). Intinya, kewirausahaan sosial adalah kegiatan wirausaha yang mengedepankan aspek sosial. Jika Mc. Clelland beranggapan bahwa individu adalah pijakan utama berprestasi. Dalam kewirausahaan sosial, komunitas adalah kekuatan pertama dan utama. Seorang wirausaha sosial, dengan segenap kesadaran akan merasakan kebahagiaan yang sulit diukur dengan takaran apapun ketika ia mampu "berbagi" dengan banyak orang lain. Â Singkat kata, kewirausahaan sosial adalah bentuk atau pola kegiatan ekonomi yang dicita-citakan oleh Bung Hatta dalam Siasat Ekonomi yang sangat terkenal itu dan sesuai dengan sifat dasar manusia Indonesia yang sejatinya suka bergotong-royong.
Dalam tulisan berjudulmengintip ruang kosong di rumah Bupati Kebumen pada dasarnya ingin memberi tahu kepada masyarakat Beriman ini bahwavisi pembangunan ekonomiKabupaten Kebumen bertumpu padapola pengembangan ekonomi kreatif.  Secara teoritis, kegiatan ekonomi kreatif memang bertumpu pada kekuatan individu pelaku yang bergerak di satu atau beberapa sub sektor. Pada sub sektor percetakan dan penerbitan, secara kebetulan saya menemukan sebuahfenomena unik. Yaitu hadirnya sebuah usaha jasa fotokopi yang dilakukan olehWawan Nur Sugiantoro atau yang lebih akrab disebut Iwan Nsca. Sulung dari 8 bersaudara asal Desa Seliling, Kecamatan Alian ini orangnyagrapyak.Mudah bersahabat dengan siapapun dari segala usia dan lapis sosial. Dari siswa/i SD, guru, pegawai sampai "orang jalanan". Dengan tipologi pribadi yang familiar tadi, mungkin tak ada yang pernah menyangka ia akanjatuh mental ke titik terendah.
Jenuh dengan suasana yang dijalani dalam pekerjaan sebelumnya membuat pria 27 tahun, berputra satu yang diberi nama Naufal Putra Syah Irawan (18 bulan) dari pernikahannya dengan Ida Rohyani , memutuskan untuk "beristirahat".  Ada resah dan gelisah yang begitu kuat menggelantung angannya di masa depan. Dalam benak yang berkecamuk antara keinginan berusaha mandiri, menjalani kehidupan sosial selaku kepala rumah tangga dan cermin bagi ke 7 saudara sekandung, ia merasakan kegelisahan itu semakin dalam di hari-hari awal sebagai "pengangguran". Seorang sahabat karibnya, Ari Kuwatno, menangkap kegelisahan ini dan terus memberi motivasi agar segerabangun - bangkit dan lari.  Suara-suara sang sohib akhirnya mampu ditangkap oleh sensor-sensor sel syaraf di otak kanan Iwan. Begitu bangun, Iwan langsung bersujud syukur kepada Sang Maha Pencipta. Bahwa dirinya masih diberi kesempatan menikmati hangatnya sinar mentari pagi bersama para sohib yang selama ini dipandang sebelah mata oleh banyak orang pongah yang duduk di pemerintahan dan DPRD. Mereka yang menyebut diri komunitas Solidaritas Berbagi Rejeki (KSBR) adalah sebuah komunitas dari beragam profesi yang sekarang dikatuai Yani nDeng, seorang tukang kunci yang mangkal di depan Apotik Pemuda. Dan siapa sangka bahwa komunitas "orang jalanan" ini telah banyak berbagai kebahagiaan kepada para fakir miskin, anak-anak yatim piatu dan terakhir mengulurkan bantuan bagi korban tanah longsor di Desa Kaligending beberapa waktu lalu ?
[caption id="attachment_294641" align="aligncenter" width="640" caption="Kios fotokopi Iwan dan markas KSBR"]



Kiprah  KSBR mengingatkan saya denganSky Doors, sekelompok relawan kemanusiaan dari lingkungan Pasar Kretek Wonosobo  yang sebagian besar anggotanya beraktivitas di sekitar pasar kecamatan itu. Ketika bekerjasama dalam kegiatan kemanusiaan di Tempat Pengungsian Aman (TPA) Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah tahun 2004 bagi penduduk lereng Gunung Merapi dan dilanjutkan dalam fase Operasi Tanggap Darurat Gempa DIY - Jateng 2006 di sekitar Markas PMI Kabupaten Bantul, mereka secara berseloroh sering mengungkapkan jargon kelompoknya "muka gali tapi berhati nabi". Memang, dilihat dari fisik dan penampilan mereka, orang awam akan menilai Sky Doors sebagaigali(gabungan anak liar, istilah popular sekarang adalah kumpulan preman). Tapi soal ketrampilan menolong korban bencana alam dan kecepatan gerak mereka tak diragukan sedikitpun. Seolah tak ada kata lelah dan menyerah.
Iwan dan KSBR seperti dua sisi mata uang. Paling tidak untuk saat ini. Di situ ada Iwan, di sana KSBR berada. Mencari keberadaan pos KSBR cukup mendatangi lapak Fotokopi Iwan di Jalan Pramuka 21. Berdampingan dengan kantor perusahaan plastik Naga Semut. Bermodal semangat terbangkitkan dari anggota KSBR, dorongan keluarga dan tekad diri menjadi "juragan buat diri sendiri" mengantar Iwan menapaki kehidupan baru di dunia usaha mandiri. Ketrampilan pribadinya mengelola jasa fotokopi, penjilidan, laminating dan aneka usaha jasa yang bermodal dasar sekitar Rp 22 juta, rona Iwan berbinar saat ditanya rencana ke depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI