Jejak Onje dalam Takdir (4): Kisah Pangeran Tepasana dan Keturunannya
(Sebuah Tinjauan Politik, Budaya, dan Falsafah Jawa)
Oleh: Toto Endargo
Lima Anak Pangeran Tepasana
Menurut Babad Tanah Jawi dan catatan lain seperti terjemahan Willem Remmelink (The Chronicle of Java), Pangeran Tepasana (Putra Amangkurat III dengan istrinya Rara Mundhi dari Onje) disebut memiliki lima anak: dua putra dan tiga putri. Namun, teks terjemahan hanya menampilkan empat nama. Kekosongan ini bisa dimaknai sebagai kemungkinan adanya satu nama putri yang "terhapus" dalam alur penyalinan naskah.
Susunan keturunannya dapat dirangkum sebagai berikut:
Raden Wiratmeja
Putra sulung Tepasana. Sri Baginda (Amangkurat atau penerusnya) berencana menjodohkannya dengan Ratu Alit, putri raja. Namun karena sang putri masih di bawah umur, pernikahan itu tertunda. Peristiwa ini mengandung makna politik: menjadikan menantu berarti memperkuat legitimasi garis Tepasana di lingkar istana, sekaligus menyatukan darah bangsawan Mataram dengan trah Onje dari pihak ibunda.
Raden Ajeng Banowati
Semasa di Ceylon, ia dinikahkan dengan Raden Anggakusuma, putra Kyai Wirakabluk. Namun rumah tangga itu tidak harmonis. Setelah kembali ke Jawa, Banowati jatuh cinta kepada Puspadirja, mantri muda dari Batang. Peristiwa perceraian dan perkawinan kembali ini memperlihatkan wajah budaya Jawa yang lentur: pernikahan bukan hanya urusan cinta, melainkan juga arena status sosial, kewibawaan keluarga, dan pertarungan gengsi. Ramalan Anggakusuma yang sakit hati, bahwa Banowati dan Puspadirja akan terus dilanda kesialan, adalah bentuk kutukan budaya Jawa---suara batin orang teraniaya yang menjadi kekuatan spiritual.
Raden Ajeng Sumilah
Semula hendak dijadikan istri raja, namun tidak jadi. Akhirnya ia menikah dengan Pangeran Buminata. Dalam falsafah Jawa, seorang putri bangsawan yang batal "diambil raja" lalu dinikahkan dengan tokoh lain, tetap membawa aura politik: Sumilah menjadi simpul penghubung antara keluarga Tepasana dan elite istana lain.
Raden Mas Garendi
Putra yang sejak kecil diramalkan akan menjadi raja di Jawa, meskipun sebentar. Ramalan inilah yang membuat raja mencurigainya. Sejarah mencatat kemudian ia memang naik tahta sebagai Amangkurat V (Raden Mas Garendi, Sunan Kuning). Di sinilah ramalan, politik, dan kenyataan saling bertemu.