Mohon tunggu...
Toto Endargo
Toto Endargo Mohon Tunggu... Peminat Budaya

Catatan dan Pembelajaran Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Wirasaba ke Toyamas (5) - Adipati Wargautama Memberi Pesan Terakhir

12 Agustus 2025   19:00 Diperbarui: 16 Agustus 2025   13:42 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari Wirasaba ke toyamas (5) - Chat GPT

Kepemimpinan di Ujung Hayat
Dalam budaya Jawa, pemimpin ideal adalah yang tetap bijaksana dalam kondisi terburuk. Ki Adipati, meski berada di ambang kematian, memilih meredakan konflik di antara para utusan. Ini menunjukkan konsep pamong (pengayom) yang mengutamakan kerukunan di atas dendam pribadi.

Simbolisme Larangan

  • Tidak menikah dengan orang Toyareka kemungkinan besar mencerminkan luka politik atau pengkhianatan yang berasal dari wilayah tersebut. Dalam simbol budaya Jawa, larangan ini menjadi bentuk pamalih (penjaga identitas dan kehormatan keluarga).
  • Tidak memakai kuda berbulu merah (wulu abrit)  warna merah dalam konteks ini bisa melambangkan darah atau pertanda sial.
  • Tidak memakai bale bapang  mungkin berkaitan dengan tempat terakhir beliau dijamu sebelum ditikam.
  • Tidak makan daging angsa menghindari mengulang momen tragis di mana hidangan itu menjadi bagian dari hari kematiannya.
  • Tidak bepergian di Sabtu Pahing  dalam penanggalan Jawa, Sabtu Pahing bisa dianggap dina ala (hari sial) untuk keluarga beliau.

Filosofi Menerima Takdir
Kalimat "Aku hanyalah kehendak Hyang Agung... sudah menjadi takdirnya" adalah inti dari pandangan Jawa tentang laku pasrah. Ini bukan sekadar menerima kematian, tetapi menyadari bahwa hidup manusia hanyalah bagian kecil dari alur kosmis yang lebih besar.

Baca selanjutnya: Kuda Sang Adipati Warga Utama Melepas Kendali

Implikasi Sosial-Politik
Pesan terakhir ini bukan hanya nasihat keluarga, tetapi juga menjadi semacam piagam moral bagi rakyat Wirasaba. Larangan-larangan tersebut memperkuat identitas kolektif dan menjadi penanda sejarah bahwa tragedi ini tidak boleh dilupakan, sekaligus membangun batas sosial terhadap pihak-pihak yang dianggap berbahaya secara politik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun