Mohon tunggu...
Toto Endargo
Toto Endargo Mohon Tunggu... Peminat Budaya

Catatan dan Pembelajaran Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Babad Onje: Pasca-Pakubuwana - Desa Perdikan Onje di Bawah Cabang Administrasi Karanglewas

4 Agustus 2025   20:58 Diperbarui: 5 Agustus 2025   22:32 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Onje di Bawah Cabang Administrasi Karanglewas - Meta AI

Babad Onje: Pasca-Pakubuwana -- Desa Perdikan Onje di Bawah Cabang Administrasi Karanglewas

Oleh: Toto Endargo

Di lembah Sungai Klawing, sisi timur Gunung Slamet, nama Onje pernah tercatat sebagai sebuah kadipaten kecil dengan dua ratus mardika. Namun satu kalimat pendek dalam Punika Serat Sejarah Babad Onje menandai titik balik:

"...ingkang punika silep Kabupaten ing Onje."

Kata silep menandai hilangnya status kadipaten. Onje bukan lagi pusat kekuasaan, tetapi turun menjadi wilayah bawahan. Sejarah ini tidak hanya bercerita tentang desa kecil di tepi Sungai Klawing, melainkan juga strategi politik Mataram pasca-Perang Trunajaya dan konflik suksesi yang melahirkan Pakubuwana I.

Dari Kadipaten ke Desa Perdikan

Pada masa awal di era Pajang, Onje dianugerahi "rongatus mardika", 200 kepala keluarga bebas pajak. Dengan asumsi satu cacah setara 4--5 jiwa, Onje bisa memiliki hingga seribu penduduk. Namun di masa Amangkurat I (Suhunan Plered), naskah mencatat jumlahnya menyusut drastis: tigang lawe --- hanya sekitar 75 kepala keluarga, atau 300--400 jiwa.

Penyusutan ini kemungkinan besar terkait Perang Trunajaya (1674--1680). Banyak rakyat kadipaten di Jawa direkrut menjadi prajurit dan tidak pernah kembali. Ketika status kadipaten Onje silep di masa Pakubuwana I, wilayah ini sudah kehilangan daya hidup politiknya. Onje pun berubah menjadi desa perdikan kecil, dengan penduduk yang harus diisi ulang melalui migrasi dari Purbasari.

Karanglewas Sebagai Cabang Administrasi

Setelah silep, naskah menyebut rangkaian pejabat yang memegang wilayah ini:

"...nunten seda Kiyai Ngabei Dhenok ketampen dhateng putra Kiyai Ngabei Gabug. Nunten Kiyai Ngabei kondur, nunten ketampen Kiyai Ngabei Cakrayuda asal saking Toyamas, nunten Kiyai Ngabei Cakrayuda kondur, ketampen dhateng Kiyai Ngabei Dipayuda kang saking Pagendholan."

Rangkaian ini memperlihatkan proses transisi kekuasaan:

  • Ngabehi Dhenok (Dipayuda I) -- dari Pamerden.
  • Ngabehi Gabug (Dipayuda II) -- dari Pamerden.
  • Ngabehi Cakrayuda -- dari Toyamas/Banyumas.
  • Ngabehi Dipayuda III/Arsayuda -- dari Pagendholan, menantu Tumenggung Yudanegara III, Adipati Banyumas.

Pada masa inilah Karanglewas muncul sebagai pusat administrasi baru. Namun bukti arkeologis menunjukkan Karanglewas bukan kadipaten: tidak ada alun-alun, masjid agung, atau paseban seperti pusat kekuasaan tradisional. Yang tersisa hanya toponimi seperti Pungkuran, Brubahan, dan Kauman yang menunjukkan aktivitas birokrasi dan permukiman pejabat.

Karanglewas tampaknya dibangun sebagai cabang Pamerden, bukan pusat politik penuh. Dari sinilah Onje dan wilayah sekitarnya dikelola, sebelum pusat pemerintahan berpindah ke Purbalingga yang lebih strategis.

Jejak Politik dan Pergeseran Kekuasaan

Transformasi Onje bukan sekadar perubahan administratif. Ini mencerminkan strategi politik kerajaan:

  • Menghapus pusat lama: Kadipaten Onje yang punya akar Pajang dihilangkan agar tidak menjadi basis kekuatan baru.
  • Mengawasi wilayah barat: Pamerden dan cabangnya di Karanglewas menjadi simpul kontrol langsung Mataram.
  • Integrasi ke Banyumas: Penempatan Dipayuda III/Arsayuda, menantu Yudanegara III, memperkuat koneksi politik wilayah ini dengan Karanglewas dan Pagendholan.

Langkah-langkah ini memperlihatkan bagaimana kekuasaan bekerja melalui jaringan pernikahan politik, penempatan pejabat, dan pembongkaran kadipaten lama.

Onje dalam Jaringan Wilayah

Jika ditarik garis besar, perjalanan kewilayahan Onje terlihat seperti ini:

  • Kadipaten Onje (Ore-ore, era Pajang) -- 200 mardika (800--1000 jiwa).
    Depopulasi Suhunan Plered (Amangkurat I) -- tigang lawe (75 KK).
    Silep Kabupaten (Pasca-Pakubuwana I) -- hilangnya status kadipaten.
    Pengawasan Pamerden--Karanglewas (Dipayuda I--III) -- cabang administrasi wilayah barat.
    Integrasi ke Purbalingga -- pusat pemerintahan baru yang permanen.

Lembah Klawing dan Bayang-Bayang Politik

Onje hari ini mungkin hanya desa di lembah Sungai Klawing. Tetapi di balik toponimi dan naskah tua, tersimpan cerita besar: bagaimana politik dinasti, perang, dan strategi administrasi mengubah sebuah kadipaten menjadi desa perdikan.

Baca juga: Karanglewas bukan Kadipaten

Karanglewas, yang tidak pernah menjadi kadipaten penuh, adalah saksi antara: bukan pusat kekuasaan, tetapi simpul yang menghubungkan Pamerden, Banyumas, dan Purbalingga dalam satu jaringan.

Di sini, sejarah tidak ditulis dengan bangunan megah, melainkan dengan angka dan kalimat pendek dalam naskah: dua ratus mardika, tigang lawe, dan satu kata silep yang menandai hilangnya sebuah pusat kekuasaan di tepi Sungai Klawing. ===

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun