Mohon tunggu...
Toto Endargo
Toto Endargo Mohon Tunggu... Peminat Budaya

Catatan dan Pembelajaran Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gamelan Sekaten Cirebon: Jejak Islam, Budaya, dan Sejarah dari Tanah Demak

17 Juni 2025   10:00 Diperbarui: 17 Juni 2025   07:16 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gamelan Sekaten Cirebon: Jejak Islam, Budaya, dan Sejarah dari Tanah Demak

Pusaka Keraton yang Penuh Makna

Di dalam Museum Keraton Kasepuhan Cirebon, tersimpan sebuah pusaka tua yang tidak hanya indah secara fisik, tetapi juga sarat dengan makna sejarah dan spiritual: Gamelan Sekaten. Benda ini bukan sekadar alat musik tradisional, melainkan saksi bisu dari penyebaran agama Islam di tanah Jawa dan bukti eratnya hubungan antara Kerajaan Demak dan Cirebon pada abad ke-16.

Asal-usul: Hadiah dari Demak untuk Ratu Cirebon

Menurut catatan sejarah dan tradisi lisan, Gamelan Sekaten ini adalah hadiah dari Sultan Trenggana, raja ketiga Demak pada sekitar tahun 1520, kepada Ratu Wulung Ayu, putri dari Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) dengan istrinya yang bernama Nyimas Tepasari.

Ratu Wulung Ayu adalah janda dari Adipati Unus (Pangeran Sabrang Lor), raja kedua Kesultanan Demak. Setelah Adipati Unus wafat, sang Ratu kembali ke Cirebon dan membawa serta Gamelan Sekaten sebagai warisan dan simbol kekuatan dakwah Islam.

Hadiah tersebut bukan hanya sebagai bentuk penghormatan kepada kerabat kerajaan, tapi juga merupakan bagian dari strategi besar dakwah Islam. Dengan adanya gamelan itu, Cirebon dapat melanjutkan tradisi Sekaten yang sudah populer di Demak dan keraton-keraton Islam lainnya.

Fungsi Gamelan Sekaten: Musik sebagai Media Dakwah

Gamelan Sekaten tidak digunakan seperti gamelan biasa yang dimainkan untuk hiburan atau seni pertunjukan semata. Ia memiliki fungsi khusus dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang dikenal di Cirebon dengan nama Muludan. Pada momen ini, Gamelan Sekaten dimainkan di alun-alun Keraton untuk menarik perhatian masyarakat, mengundang mereka datang, dan menyimak ajaran-ajaran Islam yang disampaikan oleh para wali.

Tradisi ini merupakan bentuk dakwah kultural: menggunakan budaya lokal seperti gamelan yang telah dikenal masyarakat, kemudian diisi dengan pesan-pesan Islam. Hal ini menunjukkan bagaimana para wali, termasuk Sunan Gunung Jati, mampu memadukan budaya lokal dengan nilai-nilai Islam secara harmonis dan efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun