Mohon tunggu...
Toto Endargo
Toto Endargo Mohon Tunggu... Peminat Budaya

Catatan dan Pembelajaran Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Mengenal dan Menyimak Dialek Banyumas (2): Lah

15 Maret 2025   12:46 Diperbarui: 15 Maret 2025   16:31 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenal dan Menyimak Dialek Banyumas (2): Lah

Basa Penginyongan: "Lah"

Dialek Banyumasan itu luar biasa. Sejak kecil, saya sudah menyadari ada sesuatu yang khas dalam dialek ini. Salah satu ciri uniknya adalah penggunaan bunyi "lah" sebagai kata seru, bukan sebagai akhiran seperti dalam bahasa Indonesia baku.

Kata "lah" dalam dialek Banyumas umumnya muncul dalam kalimat pendek dan diletakkan di akhir kalimat. Fungsinya sebagai penguat atau penegas dalam permintaan maupun permohonan terhadap kata yang ada di depannya.

Contoh penggunaan "lah" dalam Basa Penginyongan:

  • Aja kaya kuwe, lah! ----Mohon jangan seperti itu.
  • Mandan nganah, lah! --Mohon agak menjauh.
  • Mengko, lah! --------Mohon jangan sekarang (tunggu nanti).
  • Uwis, lah! -----------Mohon disudahi.
  • Aja, lah! ------------Mohon jangan dilakukan.

"Lah" dalam Bahasa Indonesia

Dalam bahasa Indonesia, "lah" dikategorikan sebagai partikel yang umumnya tidak harus muncul di akhir kalimat. Fungsinya tetap sebagai penegas, tetapi dengan penggunaan yang berbeda.

Contoh dalam bahasa Indonesia:

  • Inilah kisah seorang pengembara...
  • Begitulah akhir perjalanannya...
  • Janganlah suka teledor!

Menariknya, dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan "lah" di akhir kalimat dalam percakapan sehari-hari semakin umum, terutama dalam bahasa gaul atau informal. Fenomena ini diduga dipengaruhi oleh dialek Banyumas.

Contoh dalam bahasa sehari-hari:

  • Oke, lah!
  • Ya, sudah, lah!
  • Jangan sekarang, besok saja, lah!

Perbandingan dengan Basa "Wetanan"

Dalam basa "wetanan" (bahasa Jawa yang lebih halus dan baku), "lah" justru lebih sering digunakan di awal kalimat sebagai kata pengantar, bukan sebagai penegas di akhir kalimat.

Contoh dalam basa "wetanan":

  • Lah, mbok aja ngono kuwi! (Lah, jangan begitu!)
  • Lah, ya ngono iku, bapakmu! (Lah, memang begitu, ayahmu!)

Bahkan dalam bahasa pewayangan, "lah" digunakan sebagai pengantar untuk menyatakan sesuatu yang penting atau resmi.

Contoh dalam bahasa pewayangan:

  • Lah, punika warninipun narendra saking Negari Pageralun! (Lah, inilah penampilan sang raja dari Negeri Pageralun!)

Warisan Bahasa yang Harus Dijaga

Dialek Banyumas, termasuk penggunaan "lah", adalah bagian dari identitas budaya yang unik. Banyak orang berpegang pada moto "Ora ngapak ora kepenak", yang mencerminkan kebanggaan mereka terhadap bahasa dan budaya Banyumas. Keunikan ini patut kita lestarikan agar tidak luntur oleh perkembangan zaman.

Salam, Toto Endargo

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun