Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kasus CR7 di PD Qatar, Pelajaran bagi Seluruh Pelatih Sepak Bola

9 Desember 2022   16:46 Diperbarui: 9 Desember 2022   16:58 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mirisnya, atas sikap pelatih yang bisa jadi memang tidak melakukan pendekatan khusus kepada Ronaldo, berpotensi kembali mencadangkannya saat Portugal menghadapi Maroko pada laga perempat-final di Stadion Al Thumama, Sabtu malam.

Memang terpublikasi bahwa sang pelatih menyebut tak menurunkan Ronaldo sebagai starter alasannya adalah untuk taktik. Tetapi publik dunia juga tahu bahwa dalam Piala Dunia kelimanya, sejauh ini Ronaldo baru mencetak satu gol.

Persoalan ketajaman yang menurun diiringi dengan sederet masalah nonteknis, serta komunikasi yang menurut saya dilakukan tidak benar oleh pelatih, di Piala Dunia 2022 ini, Ronaldo bertambah banyak menuai kontroversi ketimbang prestasi.

Menghargai, proporsional

Kasus Ronaldo, sampai kapan pun akan terulang, bila pelatih tidak menghargai keberadaan pemain yang dipilih dalam skuatnya secara proporsional.

Bila kali ini, kasus Ronaldo begitu hebat mencuat, tentu bukan karena kehebatan pelatihnya, tetapi karena Ronaldolah yang menjadi tokoh dan peran utamanya. Persoalannya adalah karena komunikasi, penghargaan, dan proporsionalitas.

Selama ini banyak pelatih yang asalnya dari pemain, telah merasakan diperlakukan tidak adil oleh pelatihnya. Tidak dihargai dan diberikan penghargaan yang tidak proporsional dalam tim, namun tidak pula mendapatkan penjelasan dan komunikasi yang benar. Yang ada, sikap pelatih menjadi arogan dan paling merasa benar dalam mengambil keputusan, strategi bermain, dan memainkan pemain sesuai komposisi dan kebutuhan yang diperlukan, meski dalam pandangan publik, pelatih salah mengambil keputusan atau salah menurunkan komposisi pemain, atau salah bersikap.

Yang paling menyedihkan, dalam event sekelas Piala Dunia ini, banyak pemain yang hanya merasakan duduk di tribune penonton, menjadi turis abadi hingga tim yang dibelanya tersingkir. Tidak pernah merasakan menjadi bagian dari 18 pemain yang masuk line-up, mengenakan jersey kebanggaan negaranya. Padahal para pemain ini dipilih oleh sang pelatih. 

Bila para pemain ini dianggap tidak layak tampil di Piala Dunia, mengapa mereka dipilih dan masuk skuat timnas negara mereka? Tetapi begitu sampai di Piala Dunia, hanya menjadi turis dan penghias tribune penonton. Ini Piala Dunia lho. 

Perilaku para pelatih yang tidak menghargai keberadaan pemain dalam skuatnya, selama ini jarang menjadi pembahasan media. Seharusnya FIFA "ngeh" dengan kondisi ini. Sebab, tanpa disadari, para pelatih ini telah membunuh karakter dan mental pemain.

Pelatih Portugal saya sebut sebagai satu di antara sekian pelatih nasional di Piala Dunia yang membunuh karakter dan mental pemain, dan ini adalah cermin sikap dan perilaku pelatih di semua level kompetisi di dunia ini hingga sampai pada pelatih-pelatih kelas kampung/desa/kecamatan/kota/kabupaten/provinsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun