Kamis sore (23/9/2021), begitu pengemudi ojek online yang saya tumpangi menginjak pedal gas, dia langsung membuka percakapan. Setelah bertanya arah tujuan saya sesuai pesanan diaplikasi, sang pengemudi pun bicara tentang corona yang kebijakan penanganannya cukup membuat dia menderita. Di tambah biaya test corona yang mahal.Â
Siapa yang akhirnya mengeruk keuntungan dari pandemi corona ini? Rakyat hanya jadi korban. Dan, kita bisa apa? Sungut sang pengemudi dengan bahasa tubuh yang pasrah.
Belum puas mengeluarkan uneg-unegnya, Â dia pun melanjutkan dan bilang. Inilah akibatnya bila di negeri ini sudah tak ada lagi negarawan. Adanya politikus. Tikus kan hama, mengapa malah mereka yang menguasai negara? Maka, pantas saja semua kekayaan bangsa ini terus diambil oleh mereka dengan berbagai cara. Hama malah dipelihara, dijaga, dipuja-puja.
Masih dengan antusias, sang pengemudi pun menambahkan bahwa, sekarang BPJS Kesehatan juga lagi diotak-atik lagi oleh para politikus, yang hama itu. Rakyat lagi yang akan dibikin susah, pakai iuran dibikin aturan standar.
Saya pun menimpali. Bapak ini sangat paham situasi di negeri ini, bahkan sampai hal yang terbaru, ya. Tapi yang menarik bagi saya, saat dia menyebut politikus, dan tikus kan hama, mengapa malah dipelihara.
Rupanya sang pengemudi masih belum selesai. Dia langsung menambahkan bahwa sebenarnya, semua rakyat tahu, kondisi di negeri ini sedang dalam situasi yang tidak biasa-biasa saja. Tapi sedang luar biasa. Rakyat sedang menderita, si politikus yang hama malah sudah mulai menunjukkan aksi pestanya, dengan baliho-baliho menuju tahun 2024.
Rakyat dalam simalakama
Simalakamnya (serba salahnya), rakyat yang terus menderita, terus juga disogok dengan berbagai sandiwara yang bentuknya recehan. Sebab rakyat memang butuh, jadi saat ada sogokan dengan dalih bantuan dan lainnya, maka diambilah itu.
Sayang, rakyat yang akhirnya terkena jerat, merasa hutang budi dari akal-akalan si politikus yang hama itu. Jujur, dalam kondisi sekarang, untuk bergerak melawan, rakyat takut pada yang berseragam.
Saya pun minta penjelasan. Apa maksudnya takut pada yang berseragam. Dia menjawab, para politikus itu kan dijaga, dibentengi, dan dilindungi oleh yang pakai seragam. Rakyat itu, tak takut pada orang yang pakai seragam. Tapi takut pada seragamnya karena rakyat jadi gampang ditangkapi bila bikin neko-neko.
Jadi, dalam kondisi seperti sekarang, apa tindakan dan harapan Bapak?
Sang pengemudi bilang, mau bagaimana? Tindakannya ya pasrah saja. Sebab takut pada yang berseragam, dan takut ditangkap kalau protes. Untuk harapan, maunya sih di negeri ini tidak ada politikus yang model sekarang-sekarang. Maunya ada negarawan, biar bangsa dan negara Indonesia beserta rakyat dan segala isinya, merdeka yang sebenar-benar merdeka.
Lahir negarawan