Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Refleksi: Mudahnya Mengubah Peraturan, Baru Kandidat Doktor Pun untuk Iklan

24 Juli 2021   10:37 Diperbarui: 24 Juli 2021   17:09 5655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika sebelumnya dosen dengan gelar akademis magister (S2), bahkan sarjana (S1) bisa menjadi guru besar/profesor, maka sejak tahun 2007 hanya mereka yang memiliki gelar akademik doktor saja yang bisa menjadi profesor. Hal ini disebabkan karena hanya profesor inilah yang memiliki kewenangan untuk membimbing calon doktor.

Untuk menggenggam jabatan profesor, seorang dosen wajib melalui tahap pencapaian angka kredit yang sudah ditentukan sesuai nilai kum yang diperoleh secara berjenjang dari jabatan fungsional akadamik Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala dan Profesor/guru besar (nilai kum minimal 850).

Selanjutnya, Dosen bersangkutan wajib melaksanakan tridarma perguruan tinggi, salah satunya adalah bidang penelitian dan membuat publikasi, terutama publikasi internasional bereputasi dan berdampak dari hasil-hasil penelitiannya.

Oleh karena itu, berdasarkan Permenpan 46 th 2013, pasal 26 ayat 3, syarat untuk mencapai jenjang Profesor/Guru Besar adalah memenuhi syarat: 1)  Ijazah Doktor (S3) atau yang sederajat; 2)  Paling singkat 3 (tiga) tahun setelah memperoleh ijazah Doktor (S3); 3)  Karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi; dan 4)  Memiliki pengalaman kerja sebagai dosen paling singkat 10 (sepuluh) tahun.

Tambahannya: 5) Dosen yang berprestasi luar biasa dan memenuhi persyaratan lainnya dapat diangkat ke jenjang jabatan akademis dua tingkat lebih tinggi atau loncat jabatan; 6) Dikecualikan paling singkat 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c angka 2), apabila Dosen yang bersangkutan memiliki tambahan karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi setelah memperoleh gelar Doktor (S3) dan memenuhi persyaratan lainnya.

Sehingga, jabatan profesor hanya berlaku ketika yang bersangkutan berada di lingkungan akademik. Bila, yang bersangkutan mengundurkan diri (atau diberhentikan) dari kampus, maka tidak berhak lagi menyandang jabatan profesor. Dan, bila seorang profesor sudah memasuki usia pensiun, maka jabatan profesornya otomatis hilang.

Gelar profesor kehormatan?

Uniknya, meski jelas aturan dan syarat sesorang mendapatkan jabatan Profesor, tapi tetap saja ada pemaksaan Profesor menjadi gelar oleh pemerintah. Aneh tapi nyata.

Bila merujuk kepada kasus pembelaan Rektor UI yang rangkap jabatan, lalu dipersoalkan, tetapi malah kemudian dibela oleh Presiden dengan perubahan aturan, sepertinya, dulu, jabatan profesor sengaja dibikin oleh pemerintah agar pejabat atau pemimpinnya bisa disebut profesor, dan dibuatlah peraturan yang menghalalkan seseorang dianggap sah menyandang gelar profesor sejak tahun 2012.

Lihatlah sejarahnya. Pemberian gelar profesor kehormatan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Guru Besar Tidak Tetap pada Perguruan Tinggi.

Dalam Permendikbud disebut bahwa seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi profesor/guru besar tidak tetap dengan syarat: Pasal 1 menyebutkan bahwa:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun