Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Refleksi: Mudahnya Mengubah Peraturan, Baru Kandidat Doktor Pun untuk Iklan

24 Juli 2021   10:37 Diperbarui: 24 Juli 2021   17:09 5655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayat (1) Seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat sebagai dosen tidak tetap dalam jabatan akademik tertentu pada perguruan tinggi. Ayat (2) Pengangkatan seseorang sebagai dosen tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh perguruan tinggi masing-masing setelah

mendapat persetujuan senat.

Masih dari Permendikbud tersebut, dalam Pasal 2 disebutkan: Menteri dapat menetapkan seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa untuk diangkat sebagai profesor/guru besar tidak tetap pada perguruan tinggi berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 154/E/KP/2013 tentang Guru Besar Tidak Tetap. Pemberian gelar profesor kehormatan menurut surat itu untuk menghargai dan mengakui ilmu yang tumbuh di dalam lingkungan profesi, karier, atau masyarakat.

Hebatnya, surat tersebut juga menyebutkan bahwa: Seseorang yang dicalonkan menjadi guru besar tidak tetap bukan berasal dari kalangan akademisi. Mempunyai karya yang sifatnya "tacit knowledge" dan berpotensi dikembangkan menjadi "explicit knowledge" di perguruan tinggi serta berguna bagi kesejahteraan manusia, dan

diiajukan oleh perguruan tinggi setelah rapat senat perguruan tinggi kepada menteri dengan melampirkan karya-karya yang bersangkutan.

Luar biasa bukan? Bahkan hebatnya lagi aturan-aturan tersebut  juga mengatur seorang yang mendapat gelar profesor kehormatan atau guru besar tidak tetap juga tidak punya tuntutan untuk kerja penuh waktu dan tidak memiliki beban kerja dosen. Selain itu nantinya tidak ada batas pensiun. Wow.

Apakah ini berkah atau musibah bagi dunia akademik di Indonesia. Untuk meraih jabatan Profesor penuh dengan syarat yang wajib di perjuangkan. Setelah dapat jabatan Profesor harus tetap aktif dan hidup di dunia akademik, karena bila sudah tidak aktif dan meninggal, maka otomatis jabatan Profesor lenyap, tapi sesuai Permendikbud, gelar Profesor Kehormatan itu sepanjang masa.

Jadi, sebenarnya untuk apa gelar Profesor Kehornatan itu? Ada apa di baliknya? Coba di negeri ini siapa yang sudah dikasih gelar Profesor Kehormatan?

Miris ada Dr (c)

Sejak pandemi corona, berbagai kegiatan bergeser ke sistem digital. Begitu pun dunia pendidikan. Namun, sejak segala-galanya di buat dengan cara daring ,online, termasuk acara-acara seminar, rakyat jadi bertanya saat dipublikasi acara seminar, dalam publikasi melalui ruang virtual dengan berbagai aplikasi seminar atau konferensi mulai dari Zoom, Microsoft MT, Google Meet, Webex dan sejenisnya, nara sumbernya tercantum dilengkapi dengan gelar pendidikan yang dianggap aneh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun