Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Saya Sudah Berkorban, Berperikemanusian, dan Berperikeadilan?

20 Juli 2021   11:21 Diperbarui: 20 Juli 2021   12:12 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Deskripsi betapa malang nasib rakyat, apakah bisa disebut mereka sebagai golongan manusia yang rela berkorban dan penuh rasa perikemanusiaan didasari ikhlas dan rendah hati? Lalu, menjadi terus konsisten dikorbankan dan menerima ketidakadilan?

Memahami situasi, latar belakang, dan masalah yang ada baik pada manusia yang duduk di pemerintahan, parlemen, dan rakyat biasa, maka di manakah posisi diri saya selama ini? 

Apakah saya harus mentransfer karakter sifat dan sikap para pemimpin di pemerintahan dan parlemen pada bagian-bagian yang tak patut diteladani? Atau saya harus terseret arus kepada model sifat dan sikap sebagian masyarakat yang di tengah pandemi ini disimpulkan terus berbuat tak simpatik, tak empatik, tak peduli, tak mengukur diri,  tak tahu diri, dan tak peduli dengan pandemi?

Bahkan, dari tanda-tanda dan fakta, ada golongan rakyat yang saya sebut bandel karena memang kurang dalam kecerdasan intelegensi (otak) dan tak cerdas personaliti (mental, kepribadian, dan emosi).

Di sisi lain, kini juga ada golongan masyarakat yang sudah lelah dengan berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap setengah hati.

Jadi, mana yang harus saya ikuti dan teladani? Bila saya memahami masalah, sebab, akibat, konflik sesuai indentifikasi masalah dan latar belakang yang masalah yang valid, tentu saya akan mampu menyaring hingga saya dapat bersikap cerdas otak dan hati.

Untuk itu, saya dapat ikut andil berkorban dan berperikemanusiaan dengan sederhana dan murah. Saya tidak terbawa arus, tidak ikut bebal, tak patuh protokol kesehatan. Maka, tidak akan membahayakan dan merugikan diri dan keluarga, juga menyelamatkan orang lain.

Dengan demikan, saya sudah mengamalkan solidaritas, perasaan solider, memiliki sifat satu rasa, senasib, perasaan setia kawan. Bukan, mementingkan diri sendiri, keluarga, kelompok, golongan.

Karena solidaritas adalah wujud dari sifat dan sikap ikhlas dan rendah hati yang datangnya dari pikiran dan hati manusia itu sendiri.

Berikutnya, dengan sikap solidaritas semampu saya, didasari upaya untuk terus mengasah diri dalam keikhlasan dan rendah hati, InsyaAllah, hikmah dan berkah akan mengiringi.

Bila sampai sekarang masih ada manusia yang berkorban dan berperikemanusiaan demi untuk pencitraan, bukan dari keikhlasan karena tak rendah hati. Bila sampai sekarang masih ada manusia yang korup dan tabiatnya mengambil hak orang lain. Dan, bila-bila yang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun