Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

15 Nyawa Meregang, Kerumunan di Semua Tempat Wisata +62, Sebelumnya Sudah Diingatkan, kan?

16 Mei 2021   07:40 Diperbarui: 16 Mei 2021   07:45 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Setelah mudik dilarang, ziarah kubur dilarang, tetapi pemerintah inkonsisten, melenggangkan WNA masuk dan membuka wisata lokal, akibatnya rakyat melawan dengan tetap mudik. Kini, Republik Indonesia sedang disuguhi kisah  wisata di berbagai daerah.Sandiaga Uno yang tetap ngeyel membuka wisata lokal demi ekonomi rakyat di saat perayaan Idul Fitri 1442, kira-kira sekarang sedang teersenyum atau sedih?

Hampir di seluruh Indonesia, seluruh obyek wisata lokal, dibanjiri kerumunan pengunjung. Hal ini sejatinya sudah diingatkan, dikritisi, dan diprotes oleh berbagai pihak di negeri ini, tatkala mudik di larang, ziarah kubur dilarang demi mencegah penularan corona, tetapi dengan berbagai alasan, kebijakannya tetep ngeyel, wisata lokal dibuka dan diatur oleh masing-masing daerah.

Sudah tahu tingkat kecerdasan intelegensi dan emosi sebagian besar  masyarakat masih lemah akibat kegagalan pendidikan selama ini, obyek wisata lokal malah dibuka.

Lihatlah drama konyol di Republik ini tentang obyek wisata lokal yang dibuka oleh siapa? Semua obyek wisata lokal kebanjiran pengunjung dan melebihi kapasitas yang ditentukan sesuai protokol kesehatan. Buntutnya, ada yang menolak pengunjung, membikin kecewa pengunjung yang tetap masuk obyek wisata. Terbukti kelemahan intelegensi dan emosi masyarakat kita.

Dalam situasi prihatin di tengah pandemi, tetap aji mumpung, sok-sokan rekreasi. Bukannya melindungi diri dan keluarganya dari virus corona, ini malah menghamburkan uang demi kesenangan sesaat. Mengapa uangnya tidak disimpan dan digunakan untuk kebutuhan primer saja, sebab pandemi juga tidak tahu akan sampai kapan hilang.

Mas Sandi, apakah ini yang memang Anda harapkan. Sudah diingatkan, dikasih masukan, tetap saja ngeyel membuka obyek wisata lokal. Lihat masyarakat kita. Apa bisa diatur? Apa bisa mengukur diri?

Lihat, sangat lucu kan, karena jelas akan kelebihan pengunjung, pasti bikin repot setiap daerah kan? Begitu sekarang terbukti pengunjung membludak di setiap obyek wisata lokal di seantero negeri, obyek wisata pun ditutup lagi. Alasannya hasil dari evaluasi dan demi protokol kesehatan. Lucu. Lucu. Menggelikan.

Banyak calon pengunjung yang marah karena tidak ada sosialisasi. Padahal sudah membeli tiket secara online.

Mirisnya lagi, petugas di berbagai daerah pun harus disibukkan memutar balikkan calon pengunjung yang berKTP luar daerah dan menambah masalah yang berbenturan dengan larangan mudik. Luar biasa amburadul.

Korban Kedung Ombo, siapa tanggungjawab?

Inilah akibat pola berpikir deduktif dan parsial instrumen di pemerintahan kita, membikin kebijakan tanpa pemikiran komprehensif dan tanpa analisis akibatnya wisata lokal dibuka terus menambah masalah dan polemik di tengah pandemi.

Sangat menggelikan bila pada akhirnya beberapa obyek wisata kesulitan menertibkan pengunjung. Dan, akhirnya menutup kembali obyek wisata tersebut.

Lihat juga, apa yang terjadi di Kedung Ombo? Dipastikan ada 15 pengunjung wisata meregang nyawa. Apa Mas Menteri bertanggungjawab dan mau mengganti 15 nyawa rakyat itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun