Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

"Revenge Travel", Peluang atau Ancaman?

29 Agustus 2021   10:12 Diperbarui: 19 April 2022   01:25 1309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Revenge Travel, wisata balas dendam setelah lama terkurung. Sumber: Hasil olah pribadi via Canva

Cerita balas dendam rupanya bukan monopoli para pendekar sakti di berbagai cerita silat saja. Beberapa waktu terakhir ini, istilah balas dendam pun mulai dikaitkan dengan perjalanan wisata. Menparekraf Indonesia- Sandiaga Uno sendiri pun sudah beberapa kali menyinggungnya. 

Terminologi Revenge Travel atau Wisata Balas Dendam sejatinya bermula dari fenomena Revenge Spending yang muncul di China pasca Revolusi Kebudayaan di era 1980-an. 

Konon setelah begitu lama terkurung akibat Revolusi Kebudayaan, ekonomi China mulai bangkit dan daya beli masyarakat pun meningkat tajam. Apalagi setelah itu mereka pun mulai bisa melakukan perjalanan ke mancanegara.

Wisatawan asal China yang mulai bepergian pun dikenal dengan kemampuan daya belanjanya yang luar biasa. Mereka cenderung membeli apa saja. Mulai dari suvenir di kaki lima sampai produk bermerek terkenal di butik papan atas. 

Dari kelompok turis yang awalnya tidak dipandang di Eropa, kini dirindukan pemilik butik-butik mewah di Milan, Paris, dan kota-kota besar lainnya di Eropa.

Turis asal Negeri Tirai Bambu antri di Butik LV di Champs Elysees-Paris. Sumber: Melanie Pongratz/ www.theconversation.com/Unsplash
Turis asal Negeri Tirai Bambu antri di Butik LV di Champs Elysees-Paris. Sumber: Melanie Pongratz/ www.theconversation.com/Unsplash
Kini fenomena yang sama seakan berulang. Setelah kota-kota di China mulai dibuka kembali pasca berakhirnya masa lockdown akibat covid-19 di Wuhan, warga China pun bak membalas dendam dengan membanjiri berbagai destinasi wisata serta memborong barang bermerek. Seakan menyalurkan kembali hasrat yang sudah ditahan-tahan akibat karantina yang panjang.

Begitulah, sejak itulah frasa "balas dendam" pun disematkan juga ke bisnis perjalanan wisata di China, Amerika Serikat, India dan di berbagai negara lainnya di dunia. Lalu, apa sebetulnya yang dimaksud dengan Revenge Travel?

Revenge Travel atau secara bebas diterjemahkan sebagai Wisata Balas Dendam mengacu pada fenomena di mana orang-orang melakukan perjalanan wisata untuk melepaskan diri dari berbagai pembatasan yang dilakukan pemerintah. Seakan hendak menebus waktu yang 'hilang' akibat isolasi, karantina, dan restriksi perjalanan lainnya. 

Suatu keadaan yang juga digambarkan sebagai lockdown fatigue atau kelelahan akibat karantina wilayah yang panjang. Situasi yang telah menyebabkan mereka tidak bisa ke mana-mana. Dan begitu ada sedikit kelonggaran, banyak orang pun mulai berbondong-bondong melakukan perjalanan.

Pada awal Oktober 2020 lalu, Pemerintah China bahkan mendorong masyarakatnya untuk melakukan Revenge Travel untuk membantu pemulihan ekonomi China melalui aktivitas pariwisata. Saat itu memang bertepatan dengan liburan panjang selama 8 hari, yakni untuk merayakan Mid-Autumn Festival.

Turis China di Tembok Besar setelah lockdown berakhir. Sumber: Yan Cong / Bloomberg visa Getty Image
Turis China di Tembok Besar setelah lockdown berakhir. Sumber: Yan Cong / Bloomberg visa Getty Image
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata China saat itu memprediksi sekitar 550 juta warga China akan melakukan perjalanan wisata ke segala penjuru negeri Tirai Bambu itu selama liburan nasional kala itu. 

Pariwisata domestik di China sendiri memang menakjubkan. Bahkan di sepanjang tahun 2020 itu, China masih mencatat sekitar 2.8 milyar wisatawan domestik.

Akan tetapi, di balik kontribusi signifikan yang diberikan, peningkatan perjalanan wisata secara besar-besaran juga membawa ancaman kembalinya covid-19. Beijing, ibu kota China, sudah beberapa kali menerapkan lockdown sebagai imbas dari kembali meningkatnya kasus covid-19. Kejadian yang sama juga terjadi terjadi di Italia, India, dan berbagai negara lain di dunia.

Fenomena Revenge Travel tidak hanya terjadi di China. Di negara adidaya lainnya, yakni Amerika Serikat (AS) pun demikian. Setelah merasa terkurung akibat pandemi, warga AS diperkirakan akan melakukan perjalanan lebih dari sebelumnya.

Dari survey yang belum lama ini dilakukan MMGY Travel Intelligence ke sekitar 3,500 pelancong aktif, seperti dikutip harian ternama New York Times, lebih banyak Keluarga Pelancong yang sangat berhasrat untuk segera bepergian di tahun ini. Wisata bersama keluarga ini termasuk dengan anak-anak di bawah usia 18 tahun.

Pantai Waikiki, Honolulu-Hawaii, salah satu destinasi untuk 'wisata balas dendam' di AS. Sumber: dokumentasi pribadi
Pantai Waikiki, Honolulu-Hawaii, salah satu destinasi untuk 'wisata balas dendam' di AS. Sumber: dokumentasi pribadi
Selain melakukan perjalanan dengan kapal pesiar yang reservasinya sudah dilakukan jauh sebelumnya, maka pelancong Amerika lebih membidik destinasi eksotis di negara sendiri ataupun di negara sekitarnya. Misalnya, Hawaii-AS, Baja-Mexico dan Costa Rica. Semua destinasi ini juga dikenal memiliki kawasan wisata luar ruang (outdoor) yang sangat populer.

Baca juga: “Industri Kapal Pesiar, 'Hotel Terapung' yang Siap Melaju Kembali”

Meskipun demikian, berbagai pertimbangan terkait masih banyaknya kasus varian delta yang meningkat membuat warga AS sebetulnya masih tetap waspada. Tetapi, tentu saja hal itu tidak menghalangi mereka untuk tetap bepergian di tahun ini.

Menariknya, demi mengantisipasi lonjakan wisatawan domestik di tahun ini serta untuk meredam kekhawatiran soal prokes, dan lain-lain, hotel-hotel pun tidak kalah sigap melalukan berbagai kiat untuk meyakinkan calon tamunya tinggal nyaman dan aman di hotel mereka. Khususnya wisatawan keluarga yang berminat staycation.

Hilton Worldwide, misalnya, mulai menawarkan fitur “Confirmed Connecting Rooms” pada saat melakukan reservasi secara daring di 18 hotel brands di bawah jaringannya. Hal ini penting bagi keluarga yang bepergian bersama anak-anaknya agar mendapatkan kepastian connecting room sebelum check in di hotel tersebut. 

Ilustrasi kamar 'connecting' di Hilton yang memiliki sebuah pintu internal di antara kedua kamar tsb. Sumber: www.newsroom.hilton.com
Ilustrasi kamar 'connecting' di Hilton yang memiliki sebuah pintu internal di antara kedua kamar tsb. Sumber: www.newsroom.hilton.com
Namun, dari berbagai fenomena Revenge Travel di berbagai negara, kasus di India yang paling menghebohkan. Pada Juli 2021 lalu, foto-foto dari Manali, sebuah kota wisata di wilayah pegunungan Himachal Pradesh--India menjadi viral di media sosial. 

Betapa tidak, ribuan turis yang tidak menggunakan masker terlihat memadati kawasan wisata di utara India itu.

Kerumunan turis yang dikaitkan dengan wisata balas dendam itu disinyalir dilakukan setelah berbulan-bulan penduduk India harus menjalani isolasi dan karantina. 

Maka begitu Pemda Himachal Pradesh memberikan kelonggaran perjalanan, banyak penduduk pun berbondong-bondong mendatangi Manali. Sayang sekali, dari foto-foto yang beredar sebagian besar mengabaikan prokes yang ditetapkan.

Wisata Balas Dendam di India membuat kawasan wisata Manali- Himachai Pradesh dipadati turis lokal. Sumber: www.indiatoday.in
Wisata Balas Dendam di India membuat kawasan wisata Manali- Himachai Pradesh dipadati turis lokal. Sumber: www.indiatoday.in
India sendiri pernah mengalami serangan gelombang kedua covid-19 yang dahsyat akibat pelonggaran prokes yang diterapkan di negara itu. Pelonggaran prokes seperti yang terjadi di Manali ditakutkan akan kembali memicu merebaknya virus varian delta yang jauh lebih mematikan.

Apakah Revenge Travel akan terjadi juga di Indonesia? 

Walaupun banyak yang meragukannya, tidak ada salahnya tetap waspada. Kekuatan ekonomi masyarakat memang sedang menurun, tetapi kelas menengah atas masih bisa saja terus bepergian. Setidaknya di destinasi lokal yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.

Kartun Revenge Travel. Masyarakat kian antusias berwisata lebih dari sebelumnya. Sumber: www.openjaw.com
Kartun Revenge Travel. Masyarakat kian antusias berwisata lebih dari sebelumnya. Sumber: www.openjaw.com
Revenge Travel memang diakui sebagai salah satu terobosan untuk menggairahkan kembali industri pariwisata nasional yang terpuruk. Namun, jangan sampai lupa, fenomena ini hanya akan berhasil di negara-negara yang telah sukses mengendalikan jumlah kasus positif.

Setiap pelonggaran aturan tetap harus diikuti penerapan protokol kesehatan yang ketat di semua titik pelayanan. Mulai dari bandara, hotel, restoran, hingga semua destinasi wisata yang dikunjungi. 

Jika tidak, maka Revenge Travel bukannya membuka peluang bisnis yang kita harapkan, tetapi justru ancaman serius kembalinya covid-19 yang masih terus mengintai.

***

Kelapa Gading, 29 Agustus 2021

Oleh: Tonny Syiariel

Referensi: 1, 2, 3, 4

Catatan: 

1) Semua sumber foto yang digunakan sesuai dengan keterangan di masing-masing foto.

2) Artikel ini ditulis khusus untuk Kompasiana. Dilarang menyalin/menjiplak/menerbitkan ulang untuk tujuan komersial tanpa seijin penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun