Mohon tunggu...
TONI PRATAMA
TONI PRATAMA Mohon Tunggu... Administrasi - Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Daerah Bangka Selatan

Saya mulai fokus menulis sejak tahun 2023 dengan menerbitkan 2 buku solo dan belasan buku antologi. Salah satu karya saya berupa novel diterbitkan penerbit Bhuana Ilmu Populer (BIP) Gramedia Group. Prestasi yang pernah saya raih yaitu juara 1 lomba menulis cerita rakyat yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Arsip Bangka Belitung tahun 2023. Menulis dan membaca tentu menjadi kegiatanku saat waktu luang. Semoga bisa terus berkarya, karena ada kalimat yang sangat menginspirasiku: JIKA KAMU INGIN MELIHAT DUNIA MAKA MEMBACALAH, JIKA KAMU INGIN DILIHAT DUNIA MAKA MENULISLAH!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Luka Itu Menganga

11 Mei 2024   21:06 Diperbarui: 11 Mei 2024   21:09 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bang, aku pamit," hanya itu yang dia katakana dengan terbata-bata pada suaminya yang masih membisu.

Tiada satu kata pun jawaban dari mulut suaminya itu. Ia dibiarkan pergi bersama anak dalam pelukannya.

Sepanjang jalan luka batinnya semakin menganga. Seorang tukang sayur keliling memang mana pantas menjadi menantu keluarga terpandang yang memiliki toko emas ternama. Kisah cinta dengan "sang pangeran" di kehidupan nyata, tentulah tidak seindah kisah Cinderalla. Rumah tangga yang baru seumur jagung harus roboh sekejab oleh badai kasta dan perselingkuhan.

Orang bilang darah lebih kental daripada air, terbukti benar adanya. Walaupun sang suami yang melakukan kesalahan, namun "darah biru" tetaplah "darah biru", sedangkan menantu tetaplah "air comberan" yang nista.

"Ya Tuhan..! Apa yang terjadi, Ana ?"  tetangganya yang baik hati menghampirinya.

"Rahman ketahuan selingkuh, Mbak! Dan aku yang diusir dari rumah!" jawabnya dalam isak.


"Ya Tuhan...! Yang sabar ya, Na! Sekarang mau jalan ke mana? Sudah mau gelap begini!" Mbak Atik ikut bingung.

"Tidak ada pilihan lain, Mbak, selain pulang ke rumah orang tuaku," suaranya terdengar lemah.

"Sini, mbak bawain tasnya! Mbak temanin kamu,ya," Mbak Atik mengambil alih tasnya.

"Terima kasih, Mbak!"

Mbak Atik menemaninya berjalan menembus malam menuju rumah orang tuanya yang berjarak sekitar 2 kilometer. Sepanjang jalan berbagai nasihat yang membesarkan hati terujar dari mulut orang baik itu. Namun sebagai sesama wanita, Mbak Atik tidak dapat membendung air mata keprihatinan terhadap nasib yang menimpa sahabatnya itu. Apalagi jika memandang wajah sang bayi yang masih polos tiada tahu apa yang sedang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun