Mohon tunggu...
Tomy Zulfikar
Tomy Zulfikar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Mikro Pilihan

Analisis Kebijakan Cukai Rokok

21 Mei 2018   11:02 Diperbarui: 21 Mei 2018   11:55 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh karena itu, rokok yang merupakan sebagai private goods memiliki negative externality yang besar, yaitu permasalahan serius bagi kesehatan masyarakat, seharusnya pemerintah dapat mengendalikan produksinya. 

Adapun, berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, alokasi dana kesehatan dari cukai rokok yang tercatat sebesar Rp17 triliun pada 2016 atau terus mengalami kenaikan dari hanya sebesar Rp11,2 triliun pada 2014, sepertinya tidak sebanding dengan kerugian risiko kesehatan yang diterima oleh masyarakat, sebagai social value lebih rendah dibandingkan dengan private value.

Metode dan Hasil Penelitian

Artikel ini menjelaskan berdasarkan secondary data yang telah dirilis oleh berbagai lembaga atau instansi setiap tahunnya seperti Gabungan Perserikatan Rokok Indonesia (Gappri), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Kementerian Keuangan untuk data statistik konsumsi dan produksi rokok domestik dan tarif cukai rokok sepanjang periode 2013-16.

Agar supaya dapat menguji secara objektif, maka pengujian dilakukan dengan menganalisa hubungan antara supply dan demand rokok domestik. Untuk mengetahuinya, data yang digunakan ialah konsumsi dan produksi rokok domestik, tingkat inflasi makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, dan pendapatan dari cukai rokok yang dapat dilihat pada Table 1.

dok.pri
dok.pri
Dari data tersebut, diketahui elasticity of demand sebesar 0,26 (inelastic demand) dan elasticity of supply sebesar 0,12 (inelastic supply), demikian dapat ditentukan fungsi persamaan demand dan supply rokok domestik seperti berikut:

dokpri
dokpri
Seperti diketahui, Qmarket sebesar 315,6 miliar batang rokok per tahun dan Pmarket sebesar rata-rata 1.000 per batang  rokok pada 2016. Agar supaya market equilibrium dapat mendekati atau berada pada kondisi social optimum, maka Pemerintah harus menaikkan tarif cukai rokok.

Jika Pemerintah menaikkan tarif cukai rokok, maka konsumsi rokok akan berkurang. Pada Table 2 menjelaskan hasil skenario dari kenaikan tarif cukai rokok domestik. Jika Pemerintah ingin menurunkan konsumsi rokok menjadi sebesar 252,8 miliar batang rokok per tahun atau turun sebesar 20 persen, maka Pemerintah harus menaikkan tarif cukai sebesar 2.175 persen menjadi sebesar Rp10.240 per batang. 

Namun demikian, pendapatan cukai akan meyusut menjadi sebesar Rp2,6 triliun dari pendapatan cukai pada 2016 yaitu sebesar 141,7 triliun atau kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tanpa minyak dan gas yakni sebesar 5,19 persen berdasarkan Infodatin. Adapun, jika Pemerintah benar-benar ingin menghilangkan konsumsi rokok, maka Pemerintah harus menaikkan tarif cukai sebesar 2.878 persen menjadi sebesar Rp13.400 per batang.

dokpri
dokpri
Kesimpulan

Rendahnya kesadaran kesehatan masyarakat terhadap bahaya merokok serta kebiasaan menikmati asap tembakau sejak usia dini membuat konsumsi rokok di Indonesia cukup tinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Mikro Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun