Mohon tunggu...
Fiksiana

Partitur-Partitur Sri

17 Maret 2019   00:08 Diperbarui: 17 Maret 2019   00:38 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Partitur Pertama

Minggu, pukul 1 malam

Belum ada satu orang pun yang berhasil Sri ajak masuk kedalam biliknya malam itu. Sudah lelaki ke 12 yang mengurungkan niat ngamar bersama Sri setelah gagal bernegosiasi dengannya. Untuk seorang pelacur kelas Pasar Kembang, Sri memang memasang tarif yang terlalu tinggi, hampir tiga kali lipat daripada harga yang ditawarkan oleh para koleganya yang juga mangkal di sepanjang lorong itu.

Sri sadar dirinya masih sangat muda. Ia tak mau di 'hargai' serupa dengan wanita-wanita tua yang ia anggap berbeda kasta dengannya. Apalagi kecantikan Sri jauh mengungguli para pesaingnya yang sering ia deskripsikan sebagai "tante-tante menor berdada jumbo berbau terasi". Ia tak mau mengangkangkan kakinya dihadapan lelaki yang tak menyadari bahwa ia tak sama dengan pelacur-pelacur lain di sekitarnya.

Sudah malam ke 4 sejak Sri mendapatkan pelanggan lelakinya terakhir kali. Uangnya semakin menipis. Dapurnya sudah lama tidak mengepulkan asap. Tapi tak mengapa, batinnya. Ia pandangi uang pecahan 100 ribu terakhir di dalam dompetnya. Masih cukup, pikirnya.

------

Senin, pukul 10 malam

Lelaki ke 23 baru saja berlalu meninggalkan dirinya. Lelaki ke 23 yang tertawa remeh mendengar harga yang Sri tawarkan, pula menjadi lelaki ke 23 yang mendengus kesal setelah meyadari bahwa Sri tidak bercanda saat mengatakan harga tubuhnya tak bisa ditawar-tawar. Enak saja kau mau meniduriku dengan uang senilai 4 bungkus rokok! Cibirnya pada lelaki itu.

Setelahnya Sri mencukupkan penantiannya malam itu. Ia masuk kedalam bilik dan menghapus bedak dan gincu dari wajahnya. Ia ingin segera tidur. Setelah 5 malam tak dijamahi oleh lelaki, Sri mendapati tidur terasa lebih nikmat daripada biasanya. Tak ada lagi rasa ngilu diselangkangan yang sering mengganggu  lelap tidurnya.

Tapi kali ini ia harus menahan perih lambung yang tak berisi sejak kemarin pagi. Warung Bu De Muji tidak lagi buka mulai hari itu. Kata orang, Bu De Muji sudah kembali ke kampung untuk mengakhiri masa jandanya. Bu De Muji adalah kerabat terdekat yang Sri miliki di dunia ini. Biasanya Sri akan melarikan diri ke rumah Bu De Muji ketika ia tidak memiliki sepeser uang pun untuk mengganjal isi perutnya, dan Bu De Muji akan senantiasa menyajikan sepiring nasi, semangkuk sayur bening, dan sepotong sambel ikan kehadapan Sri. Lauk pauk sederhana yang setia menyelamatkan Sri dari siksa rasa lapar.        

Sebenarnya Sri sudah diberi tahu Bu De Muji mengenai lelaki yang akan segera menikahinya. Lelaki berkumis caplang yang Bu De Muji temui saat ia bertamasya ke kebun binatang Gembira Loka. Lelaki itu bekerja sebagai petugas yang membersihkan kandang-kandang unggas. Mereka berdua cepat akrab setelah mengetahui bahwa sesungguhnya keduanya berasal dari desa yang saling bertetangga. Tak butuh waktu lama bagi janda dan duda itu untuk memutuskan menikah dan kembali ke kampung halaman. Ah, sungguh bahagia menjadi Bu De Muji, batin Sri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun