Mohon tunggu...
Muhammad Fatkhurrozi
Muhammad Fatkhurrozi Mohon Tunggu... Insinyur - fantashiru fil ardh

Pengamat politik

Selanjutnya

Tutup

Money

RUU Migas Lagi-lagi Kandas

19 Oktober 2019   06:47 Diperbarui: 19 Oktober 2019   07:06 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keduanya dapat kita baca sebagai bahan kampanye. Keinginan membesarkan Pertamina disampaikan saat 2014 silam, sedangkan kebijakan tanggungan subsidi Pertamina dieksekusi pada 2017-2019.

Dari fenomena di atas, kita bisa menyimpulkan belum adanya arah yang jelas soal pengelolaan migas. Dari rezim ke rezim kita dipertontonkan kebijakan populis demi mengamankan kepentingan sesaat. Pasca presiden baru terpilih pada Mei 2019 lalu, para elit berebut kue kekuasaan, termasuk yang paling lezat adalah jabatan menteri di bidang migas. 

Revisi undang-undang yang vital bagi kepentingan rakyat seolah bukan persoalan penting. Selain UU Migas, ada UU Minerba yang juga mangkrak. Sedangkan revisi UU KPK, yang bahkan tidak masuk Prolegnas, bisa ketok palu setelah pembahasan yang cukup selama 15 hari.

Pemerintahan hari ini jelas bukan cerminan good governance. Kita masih digelari negara berkembang, dengan segala perburuan rente dan rantai mafianya. Ada persoalan sistemis yang menuntut untuk diselesaikan. Tiga kali berganti anggota dewan, UU Migas tidak kunjung beres. 

Kita dapat menerka bisa jadi ketidakberesan sebenarnya terletak pada orang-orang yang duduk di DPR, termasuk bahkan sistem pemilihannya. Di iklim demokasi hari ini yang terlampau mahal, kita sulit berharap wakil rakyat terpilih akan fokus bekerja untuk rakyat. 

Kemunkinan yang paling logis adalah mereka akan sibuk mencari cara untuk mengembalikan 'modal' yang telah dikeluarkan saat kampanya. Banyaknya anggota dewan yang diciduk KPK adalah sedikit bukti.

Indonesia jelas akan dihadapakan pada masalah energi yang serius. Kita belum fasih berbicara energi nuklir dan terbarukan, namun soal energi fosil ini memang menguras energi. Kita mengklaim sudah memiliki falsafah dalam pengelolaan migas, yang tertuang dalam UUD' 1945 pasal 33. Namun pada praktiknya, karena setiran asing, konstitusi turunannya masih jauh dari keberpihakan pada rakyat. 

Petualang demokrasi dan pemburu rente melengkapi kemelut soal migas ini. Problemnya terlalu pelik, untuk bisa diselesaikan oleh hanya sekedar ganti dengan UU yang baru. Jika hal ini masih berlanjut, kita pesimis persoalan ini bisa tuntuas, RUU Migas lagi-lagi kandas. []

 

Catatan:

[1] Lubiantara, B. (2017). Paradigma Baru Pengelolaan Sektor Hulu Migas dan Ketahanan Energi. Jakarta: PT. Gramedia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun