Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Fabel: Kaska, Merak Sombong yang Diselamatkan oleh Makanannya

6 Maret 2023   23:43 Diperbarui: 6 Maret 2023   23:45 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah hutan belantara, hiduplah seekor burung merak hijau jantan yang sangat sombong. Kaska namanya. Warna bulunya hijau keemasan. Ia memiliki mahkota yang tegap dan penutup ekor yang sangat panjang. Kaska kerap bercermin berjam-jam sambil memuji dirinya sendiri. "Tak satu pun burung lain dalam hutan ini yang mampu menandingi keindahan bulu-buluku. Semua ingin memiliki bulu-bulu indah ini, tapi sayangnya Tuhan hanya berpihak padaku. Hanya aku yang diberikan anugerah luar biasa ini," katanya.

Saat ini adalah musim kawin untuk para merak, termasuk Kaska. Usianya sudah tiga tahun yang artinya ia sudah layak kawin. Banyak merak-merak jantan yang sudah mulai memilih para merak betina yang akan diajak kawin untuk meningkatkan populasi mereka yang semakin sedikit. Namun tidak dengan Kaska. Setiap hari kerjanya hanya memperhatikan merak-merak betina yang melintas di hadapannya dan menertawakan mereka karena bulunya tak seindah milik Kaska.

"Hai, Kaska. Apa kau sudah memilih betina-betina yang akan kau ajak kawin?" tanya Abby, salah satu merak jantan yang sejak tadi memperhatikan tingkah laku Kaska.

"Apa kau tak lihat betina-betina itu? Anak-anakku nanti jadi jelek jika aku kawin dengan mereka. Tubuh mereka pendek, bulu mereka pun kusam. Apa kau tertarik dengan mereka?"

"Hai, kawan. Merak betina semua sama. Kau mau mencari di mana yang punya bulu sama indahnya dengan yang kita punya? Memang sudah kodratnya bulu kita lebih indah dan panjang dari mereka."

Kaska terdiam. Ia tak mau mendengar lagi nasehat Abby berlama-lama. Merak angkuh itu kemudian memilih menjauhi Abby dan kembali ke rumahnya. Sampai di rumah, Kaska kembali bercermin, memuji lagi dan lagi dirinya di dalam sana. Merasa paling berbeda, merasa paling indah di antara yang lainnya.

*

Malam itu Kaska tak bisa tidur. Para merak-merak jantan sangat aktif bersuara, sebenarnya hal itu biasa terjadi karena ini adalah musim berbiak. Namun, Kaska yang aneh sangat tidak menyukai musim ini. Ia kemudian buru-buru mendatangi sumber suara-suara itu.

"Hei, kalian berisik sekali!" saut Kaska pada sekumpulan merak yang tengah berdansa.

"Hai, Kaska, ada apa?" tanya Tomu, salah satu jantan senior yang sedang asik mengeluarkan suara-suara sambil menari untuk memancing merak-merak betina agar mau kawin dengannya.

"Aku tak bisa istirahat, kalian terlalu berisik. Kalian saling pamer keindahan hanya untuk kawin dengan betina-betina jelek itu?"

"Kau aneh sekali. Lihatlah, semua jantan saling berkompetisi mencari perhatian. Kau malah sibuk menghina bulu-bulu para betina. Populasi kita semakin sedikit, apa kau mau spesies kita punah? Sudahlah, jauh-jauh kau sana, jangan ganggu kami," balas Dodo, merak jantan yang paling tua di antara mereka dengan nada kesal.

Kaska tak mau berdebat lebih lama. Ia tahu jika tak satu pun di antara teman-temannya akan berpendapat sama dengannya. Maka ia pun meninggalkan kumpulan itu yang masih terus menari sambil mengibaskan ekornya untuk menarik betina-betina yang ada di sekitar sana.

Setelah kejadian malam itu, banyak merak jantan yang tak suka dengan keberadaan Kaska di tengah-tengah mereka. Kaska mulai merasa kesepian,kawan-kawannya menjauh. Ia pun memutuskan untuk pergi meninggalkan hutan sambil berharap menemukan kawanan lain yang lebih menyenangkan.

*

Selama dua hari Kaska berjalan keluar dari hutan yang sangat luas itu. Mengapa ia tak terbang agar lebih cepat? Karena Merak hanya akan terbang jika ia merasa berada dalam situasi terancam. Kaska senang, karena sepanjang perjalanan ia menemukan banyak pucuk-pucuk rumput dan dedauan yang bisa ia santap tanpa harus berebut dengan merak-merak yang lain.

"Kalian pikir aku akan sedih berada jauh dari kalian? Lihat apa yang aku dapatkan di sini," celoteh Kaska masih dengan jiwanya yang angkuh.

Sampai akhirnya Kaska menemukan cacing yang menggeliat di tanah basah yang tengah ia lewati. Cacing itu berwarna cokelat, nampak jelek di mata Kaska. Si cacing tahu Kaska akan memakannya, namun alih-alih kabur, cacing itu justru memilih untuk menghadapi Si Merak angkuh itu.

"Baru kali ini aku lihat burung merak berjalan sendirian di hutan belantara ini," ungkap cacing.

"Aku juga baru kali ini melihat makhluk jelek yang begitu berani berbicara denganku,"

"Jelek? Katamu aku jelek? Hei, walaupun aku jelek, tapi kau membutuhkan aku, protein yang terkandung dalam tubuhku bisa membuatmu kenyang, paham?"

Kaska tertawa terpingkal seraya mengepakkan buntutnya lebar-lebar. Ia berusaha memamerkan keindahan bulu-bulunya di hadapan cacing kecil yang mulai sebal melihat kelakuannya.

"Apa kau tak malu menjadi seekor cacing? Kau terlahir hanya untuk menjadi santapan burung-burung semacam aku. Kau jelek, tak punya bulu-bulu indah seperti milikku. Sekarang kau pilih, mau pergi atau membiarkan paruhku menangkapmu?"

Tiba-tiba ada sosok lain yang bergerak mendekat. Ia berjalan sangat cepat dan kemunculannya cukup mengagetkan dua spesies yang berbeda dengannya itu. Kadal kecil berwarna hijau yang hampir sama dengan daun-daunan di tumbuh di sekitar menghentikan langkahnya tepat di depan dua hewan yang terlihat saling ejek. Mata kadal itu melotot, sesekali lidahnya menjulur.

"Kalian meributkan apa?" tanya kadal kecil dengan wajah bingung.

"Belum selesai dengan cacing jelek, muncul satu lagi makanan tanpa harus repot-repot dicari," Kaska mulai lagi berulah.

"Sebenarnya sudah sejak tadi aku mendengar kalian ribut. Tapi aku malas ikut-ikutan. Yang kalian ributkan itu hal yang lucu. Sudah jelas, si burung sok tampan ini membutuhkan kita sebagai makanan, Cing. Aku juga punya protein, lemak, mineral dan kalsium. Kaum merak itu harusnya berterima kasih dengan keberadaanku."

"Ya, benar apa katamu, Dal. Seharusnya dia mengucapkan banyak terima kasih karena kita masih punya populasi yang banyak, sehingga spesies mereka tak akan kelaparan. Justru dia yang seharusnya sedih, populasinya tak lagi banyak. Coba lihat, sekarang saja dia sendirian di hutan, mana teman-temannya yang lain?" Cacing gentian meledek Kaska.

Belum sempat Kaska membela diri, tiga spesies yang saling adu sombong terkejut melihat jangkrik berukuran sedang yang terlihat buru-buru mendatangi mereka.

"Tuhan terlalu adil padaku, tanpa perlu bersusah payah, makanan-makanan enak justru mendatangiku tanpa diminta. Lihat, Tuhan lebih menyayangiku." Kaska kembali lagi dengan racauannya yang memuakkan.

"Nanti saja jika ingin memakanku. Semua protein, lemak, dan asam amino dalam tubuhku bisa kau santap setelah kau bisa selamatkan dirimu, Kawan." Ucap jangkrik cepat-cepat.

"Apa maksudmu, Jangkrik jelek?" Kaska menatap heran pada jangkrik yang menurutnya sok tahu itu.

"Ada sekumpulan manusia yang akan menangkapmu,"

"Kau tahu dari mana?"

"Aku punya rambut di dalam lekukan-lekukan tubuh yang bisa berputar karena aliran udara. Itu bisa merangsang neuron sehingga aku bisa mendeteksi suara paling lembut sekalipun yang muncul dari segala arah. Sudahlah, jangan banyak tanya. Apa kau mau nasibmu seperti spesiesmu yang lain yang ditangkap secara ilegal?"

Kaska terkejut dengan penjelasan jangkrik di depannya. Semua kesombongannya seakan luruh mendengar kata per kata yang diucapkan jangkrik tanpa jeda. Seketika Kaska ingat pada ayah dan ibunya juga adik-adiknya yang ditangkap sekawanan pemburu saat ia masih berusia satu tahun. Kaska diselamatkan oleh teman-temannya saat itu. Dan betapa jahatnya dia saat ini menjauhi teman-teman yang sudah sangat baik padanya itu.

Keempat spesies berbeda ini memberi kode pada Kaska untuk tak berlama-lama melamun. 

"Cing, naiklah ke punggungku, bisa mati tertangkap kawan kita si Merak kalau kami harus menunggumu berjalan." ledek Kadal.

Cacing yang sedikit kesal karena diledek pelan-pelan naik ke punggung kadal, dan mencari posisi paling nyaman di sana.

"Merak, kau tega membiarkan si Jangkrik yang sudah menolongmu lompat-lompatan seperti itu?" ucap si Kadal lagi.

Merak tanpa diingatkan dua kali, menurunkan ekornya yang masih mengembang, seraya membiarkan sang jangkrik naik ke tubuhnya.

Kemudian mereka berempat bekerja sama menemani Kaska menyelamatkan diri. Jangkrik menjadi navigator untuk teman-temannya itu. Ia paham betul sudut-sudut hutan ini, seakan ia sudah hidup ratusan tahun di sana.

Dalam kondisi seperti ini, Kaska bisa terbang walaupun tak setinggi jenis burung lain. Jangkrik terus memberinya semangat agar Kaska bisa terbang lebih cepat untuk menyelamatkan diri.

"Mengapa kau membantuku?" tanya Kaska pada Jangkrik di tengah perjalanan mereka.

"Biar bagaimana pun kita adalah rantai makanan. Kita sama-sama harus menjaga populasi, ya, hanya dengan cara ini. Namun, manusia bisa menghentikan rantai makanan kita ini, Kawan. Siapa yang rela? Kau?"

Kaska menggelengkan kepalanya yang bermahkota seraya menahan malu. Kini ia sadar, bulu-bulu indahnya bukan hal yang patut disombongkan. Justru itu yang banyak dicari orang-orang tak bertanggung jawab sehingga bisa mengancam populasinya menjadi semakin berkurang.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun