Setiap orang hampir pasti pernah hatinya terluka akibat dari tindakan orang yang disayangi atau sudah dianggap sebagai anggota keluarga sendiri serta diberikan kepercayaan penuh, namun telah membalas air susu yang diberikan dengan air tuba.Â
Tulisan ini dituliskan berdasarkan pengalaman pribadi tanpa menyebutkan nama orang dan tempat kejadian, karena tujuan tulisan ini bukan untuk balas melukai hanya semata berbagi sepotong kisah hidup yang diharapkan ada manfaatnya bagi orang banyak.
Luka fisik dapat sembuh dalam hitungan hari, minggu dan mungkin juga dalam bilangan bulan. Bila kita terluka, ada puskesmas, dokter ataupun memilih rumah sakit yang sesuai dengan kata hati, bahkan bagi yang punya dana memadai dapat masuk kerumah sakit bertaraf international untuk dijahit dan diobati hingga sembuh.
Tapi, bila hati kita yang terluka maka tidak ada rumah sakit manapun di dunia ini yang dapat menjahit dan mengobati luka hati, kecuali diri kita sendiri. Walaupun orang yang melukai hati kita sudah minta maaf dan kita sudah memaafkannya, namun tidak secara serta merta lukanya bertaut. Butuh waktu bertahun-tahun untuk dapat mempertautkan kembali luka hati.
Luka Fisik
Betapapun sakitnya luka fisik, tetapi setelah dijahit dan diobati secara berangsur sakitnya akan berkurang dan akhirnya sembuh. Secara pribadi saya sudah mengalami, berkali-kali, yang paling parah adalah ketika suatu waktu, saya berburu tupai di kampung sekitar hampir satu jam mengendarai sepeda dari rumah, karena tupai menggagalkan panen buah kelapa, karena hampir semua dilubangi maka warga kampung yang adalah sahabat saya minta tolong agar saya membantu membasmi tupai. Karena memang hobi menembak, maka langsung saya sanggupi. Membawa senapan angin BSA kaliber 4,5 mm, subuh saya sudah berada disana.
Target saya adalah satu peluru untuk satu tupai. Dan biasanya dari 10 kali menembak hanya satu atau dua yang meleset. Nah, suatu waktu salah satu tupai yang sudah tertembak jatuh dibalik pagar bambu yang ada di kebun penduduk. Pagarnya cukup tinggi, maka saya memanjat pohon kelapa sekitar setinggi dua meter, melompat dengan tujuan tiba dibalik pagar bambu, Tetapi celana tersangkut dan saya jatuh pas diatas pagar bambu. Paha saya terasa sobek, bambunya patah, namun patahannya masih di dalam daging paha saya.
Saya minta tolong teman saya Herman yang datang bersama saya untuk membantu mencabut potongan bambunya. Tapi bukannya menolong malahan begitu menengok luka dipaha hingga kebatas perut menganga, wajah Herman mendadak pucat dan langsung pingsan.
Tentu saja  saya jadi repot mau urus yang mana. Saya berteriak memanggil pemilik rumah. Minta tolong untuk mencabutkan bambu di paha saya, agar saya dapat menolong teman saya yang pingsan. Ada dua orang yang datang, tapi menengok luka di paha saya, malah mereka tidak berani mencabutnya. Akhirnya saya minta tolong agar Herman dibantu. Mereka mengangkat Herman dan syukur tak lama kemudian siuman, walaupun masih tampak pucat.
Dengan menahan rasa sakit yang tak terperihkan, saya cabut sendiri potongan bambu yang masih menancap di paha saya. Patahan yang besar tercabut. Saya sobek kaus dalam dan mengikat kuat-kuat bagian yang luka untuk menghentikan perdarahan.
Masih mengayuh sepeda untuk ke Rumah Sakit Umum M. Jamil di Jati dan luka dijahit. Tiga bulan kemudian baru luka sembuh.