Dan justru dari ketulusan itulah pembaca merasa dekat. Mereka tidak hanya membaca tulisan kita, tetapi juga merasakan kehadiran kita sebagai manusia yang berbagi pengalaman dan perasaan.
Pengalaman Pribadi di Kompasiana
Sebagai penulis di Kompasiana, saya sudah merasakan jatuh bangun dalam menulis. Ada tulisan saya yang masuk headline, ada pula yang sepi tanpa komentar. Dulu, ketika tulisan saya tidak dilirik, ada rasa kecewa. Tetapi lama-lama saya belajar: ternyata kepuasan menulis tidak bergantung pada sorotan semata.
Saya menemukan kebahagiaan yang lebih mendalam ketika ada pembaca yang berkata: “Tulisan Bapak membuat saya tersadar, tulisan Bapak menguatkan saya.” Itu lebih berharga daripada sekadar muncul di beranda.
Kompasiana bagi saya bukan hanya tempat menulis, tetapi juga ruang berbagi dan bertumbuh bersama. Saya menulis bukan karena headline, tetapi karena saya ingin meninggalkan jejak sederhana dalam bentuk kata-kata.
Pesan untuk Sahabat Penulis
Sahabat-sahabat penulis di mana pun berada, izinkan saya menyampaikan pesan sederhana: jangan biarkan headline menjadi satu-satunya ukuran keberhasilan menulis. Headline itu indah, tapi bukan segalanya.
Yang lebih penting adalah bagaimana kita konsisten menulis, terus mengasah diri, dan menghadirkan manfaat bagi orang lain. Biarlah tulisan kita menjadi warisan kecil, yang suatu hari mungkin akan dikenang anak cucu, atau bahkan orang asing yang tanpa sengaja menemukannya.
Menulislah dengan cinta. Sebab cinta akan menguatkan kita di kala tidak ada yang membaca. Menulislah dengan hati. Sebab hati yang tulus akan menemukan hati lain yang sedang membutuhkan.
Menulis Warisan Abadi dalam Kata
Pada akhirnya, tak seorang pun akan mampu bertahan bila targetnya hanya headline. Popularitas itu fana, sorotan itu sementara. Tetapi kata-kata yang ditulis dengan hati, akan abadi. Ia akan melampaui headline, melampaui popularitas, bahkan melampaui usia kita sendiri.
Menulis bukan soal siapa yang paling sering muncul di beranda, melainkan siapa yang paling dalam meninggalkan jejak di hati pembaca.
Maka, mari terus menulis, bukan untuk headline, melainkan untuk kehidupan.
Headline hanyalah bonus, bukan tujuan. Tujuan sejati menulis adalah berbagi, menyentuh hati, dan meninggalkan warisan kebaikan melalui kata-kata.