Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa di Negeri Orang Kita Bisa Langsung Akrab?

8 Agustus 2025   20:24 Diperbarui: 9 Agustus 2025   04:07 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tanah air, kita sering menjaga jarak bahkan dengan tetangga sendiri. Namun, di negeri orang, keakraban justru hadir dalam hitungan menit. Mengapa bisa begitu? 

Hal ini kami saksikan dan alami sendiri dalam berbagai kesempatan bertemu dengan sesama orang Indonesia di Australia

Ada sesuatu yang unik tentang kita, orang Indonesia. Di tengah hiruk-pikuk kota besar, bahkan saat tinggal di apartemen dengan tetangga yang hanya berjarak satu dinding, keakraban justru terasa langka. Sering kali, pertemuan di lorong apartemen hanya berakhir dengan sapaan singkat, “Selamat pagi” atau “Selamat sore” tanpa percakapan lanjut.

Jika mencoba bertanya, “Apa kabar, Pak?” jawabannya pun singkat, “Baik, Pak. Permisi ya, saya buru-buru.” Seakan ada dinding tak kasat mata yang membuat hubungan berhenti di permukaan. Bukan karena tidak sopan, tapi mungkin ritme hidup di kota besar membuat kita terbiasa menjaga jarak dan menutup diri.

Dokumentasi pribadi 
Dokumentasi pribadi 

Namun, semua itu berubah 180 derajat saat berada di negeri orang. Ada rasa yang berbeda begitu bertemu sesama orang Indonesia, entah di mana pun, dalam waktu kurang dari lima menit percakapan hangat sudah mengalir.

Saya pernah mengalaminya di Expo Milan, Italia, beberapa tahun lalu. Lalu hari ini, pengalaman itu kembali terulang ketika kami menghadiri perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-72 di Kent Street High School, Perth, Australia Barat. Lapangan terbuka menjadi saksi bagaimana orang-orang yang baru pertama kali bertemu langsung bisa bercakap seperti kawan lama.

Beda daerah asal, beda latar belakang, bahkan mungkin berbeda pandangan hidup, tapi semua itu tak berarti. Dalam sekejap, kami duduk santai di rerumputan, berbagi nasi goreng, bercanda, dan tertawa tanpa rasa canggung.

Dokumentasi pribadi 
Dokumentasi pribadi 
Yang membuat saya semakin terkesan adalah semangat gotong royong yang begitu terasa. Panitia yang berasal dari berbagai komunitas bekerja bahu membahu mempersiapkan acara. Tak ada yang merasa lebih penting, semuanya sama-sama bergerak demi suksesnya perayaan ini.

Lomba lomba yang diadakan pun bukan sekadar adu cepat atau adu kuat. Lebih dari itu, lomba menjadi perekat kebersamaan. Hadiah memang ada, tapi nilainya tak seberapa dibandingkan jarak yang ditempuh para peserta untuk hadir. Udara dingin, cuaca mendung, bahkan kemungkinan hujan tak menyurutkan semangat. Semua demi rasa cinta kepada tanah air dan kerinduan akan kebersamaan.

Dokumentasi pribadi 
Dokumentasi pribadi 

Di negeri orang, kita seperti menemukan kembali siapa diri kita. Tak ada sekat, tak ada gengsi, tak ada rasa curiga, yang ada hanyalah rasa rindu akan tanah air dan kebersamaan. Kita berbicara, tertawa, dan saling membantu seolah sudah lama kenal, padahal baru saja bertemu.

Kadang saya bertanya tanya, mengapa rasa hangat ini sering kali hanya muncul ketika kita jauh dari rumah? Mengapa di negeri sendiri, kita justru saling menjaga jarak? Padahal, jika kita mau sedikit membuka hati, kita bisa menjadi saudara bukan hanya di negeri orang, tapi di mana saja kita berada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun