Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Bersyukur dari Tukang Becak

8 Maret 2023   20:35 Diperbarui: 8 Maret 2023   23:56 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Hidup Adalah Proses Pembelajaran Diri Tanpa Akhir

Dulu pernah saya menuliskan kisah tentang bagaimana seorang Pengamen ,telah menginspirasi dan mengingatkan saya,untuk selalu bersyukur kepada Tuhan. Karena sudah pernah dituliskan,maka saya hanya mengambil cuplikan satu dua alinea,sekedar pengingat . Pada waktu itu,kami baru saja turun dari Kapal di Alaska.  Sewaktu saya dan isteri,antrian turun dari kapal.tetiba terdengar suara orang menyanyi:" Good morning every body.  Who ever you are celebrate your days.enjoy  your life. Look at me ,I have nothing. But if I die today, I have to say :"Praise the Lord. I have got a cup of capucinno this morning "

Luar biasa, bagi saya pribadi, nyanyian Pengamen ini sungguh sangat merasuk kedalam hati. Bayangkan kalimat yang dijadikan sebagai closing down adalah:" Kalau saya meninggal hari ini,saya akan mengatakan:" Puji Tuhan,saya sudah minum secangkir capucinno pagi ini" 

Kejadiannya sudah berlalu lebih dari duapuluh tahun,tapi terus mengingatkan saya untuk bersyukur. Setiap bangun pagi saya selalu mengucapkan:" Puji Tuhan kami berdua masih hidup"

Kita dapat memperoleh pelajaran dan inspirasi dari siapapun, termasuk orang-orang yang mungkin dianggap tidak terlalu penting atau mulia dalam masyarakat.

Salah satu contoh yang disebutkan dalam tulisan ini adalah belajar dari tukang beca tentang bersyukur. Tukang beca adalah seorang pekerja keras yang harus mengayuh beca setiap hari untuk mencari nafkah. Dia mungkin tidak memiliki kehidupan yang mudah, dan kadang-kadang harus tidur di atas beca saat tidak ada penumpang.

Di sisi lain, kita sebagai orang yang hidup dalam kenyamanan , seringkali lupa untuk bersyukur atas apa yang telah kita miliki. Bahkan ketika tidak semua keinginan kita terpenuhi, kita cenderung mengeluh dan merasa tidak puas. Hal ini dapat membuat kita kehilangan apresiasi terhadap hal-hal yang sebenarnya sudah kita miliki. Sungguh berapa rapuh rasa syukur kita kepada Tuhan.

Ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi. Pertama, kita sering kali terjebak dalam kebiasaan mengukur kebahagiaan kita dengan apa yang kita miliki, daripada menghargai apa yang sudah ada. Kedua, kita terkadang mengambil kehidupan kita sebagai sesuatu yang wajar dan menganggapnya sebagai hak istimewa kita, tanpa memperhatikan bahwa tidak semua orang dapat menikmati hal yang sama. Setiap kali pulang kampung,hal yang paling sering saya dengar adalah :" Om dan Tante luar biasa , Dulu tinggal di Pasar Tanah Kongsi,tapi di hari tua,dapat menikmati hidup dalam berkecukupan di Australia "

Namun, kita dapat belajar dari tukang beca tentang cara bersyukur dengan apa yang kita miliki. Meskipun hidupnya tidak mudah, tukang beca mungkin masih bersyukur atas kesehatannya, keluarganya, dan pekerjaannya yang dapat memberinya penghasilan. Kita juga dapat belajar untuk menghargai kehidupan kita, bahkan ketika tidak semua keinginan kita terpenuhi.

Dengan bersyukur, kita dapat merasakan kebahagiaan yang lebih dalam dan membangun kedekatan dengan orang-orang di sekitar kita. Kita juga dapat merasa lebih puas dengan hidup kita dan lebih siap menghadapi tantangan yang mungkin terjadi di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun