Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertahta.
      Oktober, 1942
Â
      Chairil juga menulis puisi-puisi religius. Tentu saja ekspresi religiusitas Chairil berbeda dengan penyair lain, karena tafsir Chairil terhadap agama pun boleh jadi berbeda, bahkan sampai pada titik menyoal eksistensi Tuhan. Perhatikan sajak di bawah ini:
DI MESJID
Kuseru saja Dia
Sehingga datang juga
Kami pun bermuka-muka
Seterusnya Ia menyala-nyala dalam dada.