Sementara itu, Polytron, merek lokal yang baru terjun ke pasar mobil listrik, menunjukkan pertumbuhan yang cukup menggembirakan, dari 12 unit menjadi 29 unit dalam sebulan.
Mobil listrik Polytron G3 dan G3+, dengan harga mulai Rp299 juta, berhasil menarik perhatian pembeli yang mencari EV murah dengan merek yang sudah akrab di telinga masyarakat Indonesia.
Langkah Polytron ini bisa jadi awal kebangkitan merek lokal di dunia kendaraan listrik, meski jalan yang harus mereka tempuh masih panjang.
Volvo, Dari Ikon Keamanan Jadi Korban Tren
Volvo Cars mencatat penjualan 10 unit pada September 2025, turun dari 16 unit bulan sebelumnya. Merek yang dulu dikenal karena reputasi "paling aman di dunia" ini tampaknya kesulitan menemukan tempat di hati konsumen modern Indonesia.
Masalahnya bukan pada kualitas. Volvo masih unggul dalam fitur keselamatan dan kenyamanan. Namun citranya kini terlalu "kalem" di tengah pasar SUV yang makin agresif. Konsumen Indonesia lebih suka tampilan gagah dan fitur canggih, sementara Volvo tetap berpegang pada kesan elegan yang understated.
Ironisnya, ketika keamanan dan efisiensi energi justru menjadi isu penting, merek yang paling peduli pada hal itu malah tersingkir dari radar konsumen.
Volkswagen dan Mini, Mewah, Tapi Tak Lagi Relevan
Merek asal Eropa lainnya, Volkswagen dan Mini, juga mengalami nasib serupa.
Volkswagen hanya berhasil menjual 24 unit (turun dari 35 unit), sementara Mini menjual 47 unit, jauh lebih sedikit dari 69 unit pada bulan sebelumnya.
Keduanya menghadapi masalah yang mirip, harga tinggi, aftersales terbatas, dan model yang tidak mengikuti selera lokal.
Volkswagen misalnya, dikenal dengan desain klasik dan performa mantap, tapi jaringan diler dan bengkel resminya masih terbatas di Indonesia. Mini, di sisi lain, memang punya penggemar setia, tapi sulit menarik pembeli baru karena harganya mendekati SUV premium dari Jepang yang lebih besar dan praktis.
Konsumen kini ingin mobil yang "value for money", bukan sekadar bergengsi di jalan.