Geruduk polisi, sindiran Roy, kunjungan ke makam, semua itu mungkin hanya gejala permukaan dari penyakit yang lebih dalam, krisis akal sehat kolektif.
Kita lupa bahwa politik seharusnya alat untuk menyejahterakan, bukan untuk saling menjatuhkan. Kita lupa bahwa berdebat boleh, tapi berlebihan bisa mematikan logika. Kita lupa bahwa di atas segala loyalitas, ada kebenaran yang mestinya berdiri tegak tanpa perlu sorak-sorai.
Saat Diam Jadi Tanda Dewasa
Ketika politik berubah jadi ajang pertunjukan, mungkin yang paling berharga bukan siapa yang paling keras bersuara, tapi siapa yang bisa diam dan berpikir.
Mungkin, kita tak perlu lagi geruduk kantor polisi, tak perlu lagi saling sindir di layar kaca. Mungkin yang kita butuhkan sekarang hanyalah jeda, untuk menata ulang cara kita memandang politik dan kebenaran.
Karena pada akhirnya, negeri ini tidak akan maju oleh jumlah relawan, tapi oleh jumlah warga yang masih mau berpikir jernih.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI