Jalanan ibu kota yang berubah menjadi lautan manusia. Poster-poster terangkat tinggi, suara toa menggema, dan semangat "kami hanya ingin didengar" berbaur dengan rasa marah. Namun, tiba-tiba suasana itu runtuh seketika, saat deru kendaraan lapis baja melintas, gas air mata ditembakkan, dan jeritan orang-orang menembus hiruk pikuk.
Apa artinya demokrasi, bila suara rakyat dijawab dengan kekerasan?
Pertanyaan itu kini menggantung di benak banyak orang Indonesia.
Protes yang awalnya damai, berubah menjadi salah satu kerusuhan terburuk dalam beberapa tahun terakhir. Sepuluh nyawa melayang. Bukan hanya angka, tapi manusia, anak muda, orang tua, hingga pekerja harian. Dan kini, dunia pun menoleh. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut angkat suara, menyerukan penyelidikan dan menegaskan, hak rakyat untuk bersuara tidak boleh dibungkam dengan kekuatan berlebihan.
PBB desak Indonesia usut dugaan pelanggaran HAM usai protes rakyat berujung 10 korban jiwa akibat fasilitas mewah parlemen dan represi aparat. - Tiyarman Gulo
Mengapa Rakyat Marah?
Semua bermula dari kabar tentang fasilitas mewah untuk anggota parlemen. Gedung DPR yang sudah megah, fasilitas kendaraan dinas, tunjangan fantastis, semuanya terasa kontras dengan realita di lapangan. Sementara rakyat diminta "hemat" lewat kebijakan penghematan, para wakilnya justru terlihat hidup dalam kenyamanan ekstra.
Di warung kopi, di media sosial, di jalanan, rasa geram ini tumbuh menjadi bara. Orang-orang mulai bertanya, Apakah wakil rakyat benar-benar paham kondisi rakyatnya?
Protes pun digelar. Awalnya damai, penuh yel-yel dan kreativitas. Poster bertuliskan sindiran, orasi mahasiswa yang lantang, ibu-ibu yang membawa nasi bungkus untuk peserta aksi. Namun, bara itu membesar ketika aparat turun dengan pendekatan keras.
Tragedi di Tengah Aksi
Dari Jakarta hingga Makassar, dari Manokwari hingga Solo, jejak tragedi tersisa. Data resmi menyebutkan ada 10 korban meninggal. Tapi lebih dari sekadar angka, mereka adalah wajah-wajah nyata,
- Affan Kurniawan (21, Jakarta) -- seorang ojek online muda, hidupnya berakhir tragis setelah dilindas kendaraan rantis Brimob pada 28 Agustus 2025.
- Septinus Sesa (Manokwari) -- diduga tewas akibat gas air mata.
- Muhammad Akbar Basri (26, Makassar) -- terjebak dalam kebakaran Gedung DPRD.
- Sarina Wati (25, Makassar) -- ikut menjadi korban api yang melalap gedung itu.
- Saiful Akbar (43, Makassar) -- juga kehilangan nyawa dalam peristiwa kebakaran.
- Rusdamdiansyah (26, Makassar) -- dipukuli massa tidak dikenal, hingga nyawanya tak tertolong.
- Rheza Sendy Pratama (21, Yogyakarta) -- diduga meninggal karena kekerasan polisi.
- Sumari (60, Solo) -- seorang pria tua yang menghirup gas air mata hingga ajal menjemput.
- Andika Lutfi Falah (Tangerang) -- diduga korban penganiayaan aparat.
- Iko Juliant Junior (Semarang) -- meninggal karena dugaan penyiksaan.
Membaca daftar ini saja sudah cukup membuat dada sesak. Mereka bukan sekadar nama di kertas. Ada yang mungkin bercita-cita jadi guru, ada yang menafkahi keluarga, ada yang baru memulai masa mudanya. Semua sirna, dan yang tersisa hanyalah duka.
Dunia Ikut Menyaksikan, Sorotan dari PBB
Tragedi ini tidak hanya mengguncang dalam negeri. PBB, lewat kantor hak asasi manusianya, ikut angkat bicara. Ravina Shamdasani, juru bicara kantor HAM PBB, menyampaikan pernyataan tegas,
- PBB memantau dengan saksama kekerasan di Indonesia.
- Mereka menyerukan penyelidikan cepat, menyeluruh, dan transparan atas dugaan pelanggaran HAM.
- Aparat, termasuk militer jika dikerahkan, wajib mematuhi prinsip dasar penggunaan kekuatan.
- Negara harus menjunjung tinggi hak berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi.
- Media harus diizinkan meliput secara bebas dan independen.
Ini jelas bukan kritik sembarangan. Ketika lembaga internasional sebesar PBB turun tangan, artinya dunia melihat ada yang salah. Dan sorotan ini bisa memengaruhi citra Indonesia di mata global.
Antara Demokrasi dan Represi
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Kita bangga dengan kebebasan berbicara, pemilu langsung, dan masyarakat sipil yang aktif. Tapi peristiwa ini mengingatkan bahwa demokrasi bukan sekadar title, melainkan praktik nyata dalam menghormati hak rakyat.